Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika yang Hidup Menikahi yang Mati

8 Agustus 2018   06:03 Diperbarui: 8 Agustus 2018   07:17 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Keraguan di hatinya telah lama lesap. Perlahan Evita turun dari mobil, disambut sekumpulan pria-wanita berwajah bulat dan bermata sipit. Para pria menjabat tangannya. Para wanita memeluknya. Wanita awal usia 70-an dengan rambut digelung mengilap mendekapnya erat sambil tersedu.

"Terima kasih, Evita Sayang. Terima kasih..." bisik wanita tua dengan cheongsam hijau pucat itu. Diciumnya kedua pipi Evita.

Dokter cantik bergaun merah itu hanya mengangguk. Kata-kata seolah tercekat di tenggorokannya, gagal terucap.

Pria muda berkemeja merah di sebelah wanita tua memandang Evita lekat. Diam-diam sang pria menikmati kecantikannya. Kecantikan yang tak mungkin dia dapatkan. Cinta wanita cantik itu bukan untuknya. Si pria menarik nafas, menyerah dengan keadaan.

Wanita tua dengan cheongsam hijau pucat menuntun Evita memasuki rumah besar bercat putih. Halamannya sangat luas. Air mancur berbentuk tiara memercik-mercik ceria. 

Pot-pot kristal berisi bunga mawar, anggrek, dan lily berjajar rapi. Antara halaman depan dan belakang dipisahkan tembok rendah. Sekilas terlihat tiga buah ayunan dan kolam renang melengkapi halaman belakang.

"Rumah ini akan jadi rumahmu juga, Evita."

Ucapan lembut si wanita hanya dibalas senyuman tipis. Sungguh, bukan karena harta Evita bersedia datang ke sini. Ia datang demi cinta.

Memasuki ruang tamu, pandangan Evita tertumbuk ke arah lukisan-lukisan indah yang terpajang di dinding. Sofa Victorian rosewood, meja marmer, lampu gantung, lemari besar penuh pajangan kristal, dan guci mahal ia lewati.

Anak-anak tangga pualam ia naiki. Koridor berkarpet tebal di lantai dua ia susuri. Sampai akhirnya Evita berhenti di pintu paling ujung.

"Tolong beri saya waktu hanya berdua dengannya," pinta Evita halus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun