Baru kali ini dia kehabisan cara untuk menghadapi buah hatinya. Jangan samakan Rossie dengan anak-anak lain. Ia berbeda. Perasaannya jauh lebih sensitif. Perlu kehati-hatian untuk menghadapinya.
Si cantik Rossie juga tipe anak pemilih. Rossie tak mudah dekat dengan orang lain. Sekali dekat, ia akan terus dekat dan percaya. Sejauh ini, hanya ada tiga orang yang paling dekat dengannya: Adica, Dokter Evita, dan Calvin.
Calvin? Nama itu berputar-putar di hatinya. Ah, mengapa tidak terpikir dari tadi?
Pelan-pelan diraihnya benda cantik berwarna silver dan berlogo apel tergigit. Tak sulit mencari. Hanya ada satu nama Calvin di kontaknya. Juga di hatinya.
** Â Â Â
Mungkin ruangan ini terlalu dingin. Tapi pria tampan berjas hitam di balik meja kerja tak peduli. Terus saja ia membalas surel-surel dari pembaca blognya. Kebanyakan berisi curahan hati, ungkapan permasalahan hidup, dan konsultasi bisnis.
Keasyikannya membalasi surat elektronik terpecah oleh dering ponsel. Bunyi notifikasi khusus di iPhonenya, notifikasi yang tak pernah ia matikan sesibuk apa pun.
"Calvin, maukah kau menolongku?"
Suara bening di seberang sana menghentak atensinya. Ya, Allah, ada apa dengan Evita?
"Apa yang bisa kulakukan untukmu, Evita?" tanya Calvin lembut.
"Bujuk Rossie sekolah. Sejak tadi dia terus menangis, merajuk, dan melempar barang-barang dari tas sekolahnya."