Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Berteman dengan Pengadu

2 Agustus 2018   05:56 Diperbarui: 2 Agustus 2018   06:26 941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di mata teman-teman satu divisinya, Silvi gadis introvert. Ia tertutup dan tidak dekat dengan siapa pun. Silvi sangat tertutup untuk urusan pribadinya.

Puncaknya Silvi pernah berbuat kesalahan pada teman-temannya. Bukannya bertanya baik-baik dan saling meluruskan, teman-teman Silvi malah mengadukannya pada pimpinan. Sang pimpinan yang emosional dan perfeksionis, memaki-maki Silvi. Ia memarahi Silvi. Lebih jauh lagi, kesalahan Clarissa akan dilaporkan pada pemegang kebijakan di kantor. Terus saja teman-temannya bicara buruk tentang Silvi di belakang.

Praktis Silvi tertekan. Dia enggan berbaur dengan semua rekan divisinya. Tekadnya bulat. Silvi tak mau lagi berteman dan mempercayai mereka. Sebab mereka telah menjadi pengadu dan tega bicara buruk tentangnya di belakang.

Di luar dugaan, ternyata komisaris utama perusahaan tempat Silvi bekerja sangat perhatian padanya. Komisaris utama berparas tampan itu bernama Calvin. Di saat semua orang di perusahaan membencinya, Calvinlah yang selalu ada. Calvin hadir seperti malaikat yang selalu membela dan melindungi Silvi.

Sayangnya, kebaikan Calvin dibalas luka. Silvi menolak semua kebaikan, perhatian, dan cinta kasih sang komisaris. Sebaliknya, ia terus saja melukai Calvin agar Calvin jera dan membencinya. Tetapi apa reaksinya? 

Calvin justru merahasiakan semua luka yang ditimbulkan Silvi. Bisa saja ia sebarkan kelakuan buruk Silvi ke seluruh perusahaan dan memecatnya. Namun Calvin tak melakukannya. Ia tetap menyayangi dan mencintai Silvi setulus hati. Luka-luka akibat perbuatan Silvi pun ia rahasiakan dari siapa pun.

Nah, gimana Kompasianers? Calvin keren kan? Ups...bukan, maksudnya soal mengadu dan tidak mengadu itu. Kasus Silvi membuat Young Lady teringat salah satu bab dalam novel Harry Potter and The Order of Phoenix. 

Masih segar jalan ceritanya di ingatan Young Lady cantik. Bab ke27, judulnya Centaurus dan Si Pengadu. Dalam bab itu, diceritakan Harry Potter dan teman-temannya harus lari dari kejaran Profesor Umbridge yang sudah tahu kegiatan rahasia mereka. Rupanya ada yang mengadu dalam grup Laskar Dumbledore. Sampai akhirnya, terungkaplah siapa si pengadu.

Berbahaya bila memiliki orang bermental pengadu dalam sebuah grup. Mental pengadu membuat pelakunya rawan dengan fitnah, adu domba, dan menjebak orang lain dalam kesulitan. Mengadu seperti dua sisi mata pisau.

Mengadukan tindak kejahatan orang lain ke pihak berwajib itu baik. Bahkan diharuskan. Jangan sampai orang menyembunyikan, melindungi, atau membiarkan kejahatan. Tujuan mengadukan perilaku kriminal untuk ditindaklanjuti dan diminimalisir risikonya.

Namun, bila mengadukan kesalahan yang sebenarnya bukan kesalahan, dan bertujuan menjatuhkan orang lain, itu tidak baik. Terlebih mengadukan aib orang lain, membongkarnya disertai dengan bumbu-bumbu fitnah. Pernah dengar fitnah lebih kejam dari pembunuhan? Well, that's right.

Namanya manusia, siapa sih yang sempurna? Pasti ada saja salah, kurang, dan khilafnya. Ada yang berhasil merahasiakan kekurangan dirinya. Ada pula yang tak seberuntung itu. Kekurangan dan kelemahannya terungkap.

Sungguh tidak bijak bila yang telah mengetahui kekurangan itu tidak merahasiakannya, melainkan mengadukannya. Kekurangan orang lain, kesalahan orang lain, tak pantas diumbar ke permukaan. Terlebih bila tujuannya buruk. 

Misalnya untuk menjatuhkan orang lain, membuatnya dipersulit, menghasut agar dibenci, dan membongkar aibnya untuk mempermalukannya.

Hanya pengecut bermental culas yang mengadu untuk menjatuhkan orang lain. Hindarilah berteman dengan orang yang suka mengadu. Menghindari mereka adalah jalan terbaik, seperti lagunya Seventeen.

Berhentilah mempercayai teman-teman yang bermental pengadu. Si pengadu takkan membiarkan kesalahan/kekurangan kita tersimpan aman. Ia akan mengadukannya, mempermalukan kita, membongkarnya, dan menggunakannya sebagai senjata untuk menjatuhkan kita.

Jangan terlalu dekat dengan teman bermental pengadu. Lebih baik menjaga jarak dengan mereka. Kalau perlu, kurangi interaksi dengan mereka.

Teman bermental pengadu bukanlah tempat yang tepat untuk mempercayakan rahasia. Justru rahasia kita takkan aman di tangannya. Bila kelak kita putus hubungan atau punya masalah dengannya, ia akan bocorkan rahasia itu sebagai pembalasan dendam atau cara menjatuhkan kita.

Teman bermental pengadu cenderung mudah mengadu domba. Hal-hal yang diadukannya berpotensi memecah belah relasi satu orang dengan orang lainnya. Berpikir ulang untuk berteman dengan mereka.

Pilih teman yang bisa dipercaya. Boleh mempercayai orang lain, tapi janganlah percaya seratus persen dan percayailah orang-orang yang tepat. Teman pengadu sama dengan teman bermental pengkhianat. Layakkah tipe orang seperti itu dipercaya?

Lebih baik punya sedikit teman tetapi tulus, teruji dan terpercaya dibandingkan banyak teman tetapi pengadu dan pengkhianat. Kompasianers, pernahkah kalian berteman dengan pengadu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun