Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dipaksa Mengaku Copas dan Dosen Fanatik, Potret Buruknya Kualitas MKDU yang Tidak Sesuai Porsinya

7 Juli 2018   06:18 Diperbarui: 7 Juli 2018   08:35 931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ketenangan pagi tetiba dipecahkan oleh bunyi penanda notifikasi. Segera Young Lady meraih benda cantik berlogo apel tergigit. Ternyata notifikasi dari grup kelas. Isinya penjelasan dari seorang mahasiswa penanggung jawab mata kuliah keagamaan yang tergolong MKDU. Si mahasiswa bercerita, ia mendapat telepon dari dosen pengampu sekaligus pengajar mata kuliah itu. 

Dengan nada keras, sang dosen memprotes mengapa beberapa tugas yang menjadi bagian dari penilaian tugas akhir dikopas oleh mahasiswa, terbukti dengan tulisan dan bahasa yang sama? Dosen itu menuduh mahasiswa-mahasiswa yang diajarnya copy paste, lalu meminta para mahasiswa membuat surat pengakuan kalau mereka telah copy paste. Tidak hanya itu. Mahasiswa pun disuruh menghadap ke ruangannya sambil menyerahkan surat pengakuan paling lambat hari ini. Batas waktu input nilai ke web sistem nilai online adalah hari ini.

Jelas semua anggota grup kaget. Bagaimana tidak, beritanya mendadak sekali. Situasi yang semula tenang menghanyutkan menjadi kacau. Sejumlah mahasiswa yang tengah sibuk prepare untuk KKN jadi pecah konsentrasi. Lebih jauh lagi, dosen itu memberikan ancaman. Jika tak ada yang mengaku, maka takkan lulus mata kuliah keagamaan itu. Akan langsung dapat nilai E.

Young Lady tak kalah kaget dengan member grup lainnya. Tak menyangka dosen mata kuliah keagamaan, MKDU pula, berbuat dan menuduh seperti itu. Kekagetan di hati Young Lady bercampur dengan rasa kesal dan marah. Ya, jelas saja marah. Marah karena telah dituduh dan dipaksa mengaku.

Honestly, Young Lady katakan yang sebenarnya, Young Lady cantik sama sekali tak pernah kopas saat mengerjakan tugas itu. Young Lady tak pernah plagiat satu kalimat pun dalam pembuatan tugas. Tugas itu orisional buatan Young Lady sendiri. Bahkan Young Lady masih menyimpan file-filenya sebagai bukti.

Tugas itu Young Lady kerjakan sendiri dengan jujur. Bila pun ada di antara teman sekelas yang kopas, itu bukan Young Lady. Young Lady tidak pernah berselera mengerjakan tugas bersama teman. Kalau boleh memilih, Young Lady selalu memilih sendiri. Tak pernah dan tak mau bersama teman mana pun kalau mengerjakan tugas kuliah. Makanya Young Lady paling benci tugas kelompok. Sebab Young Lady sudah tahu bagaimana karakter teman-teman sekelas. Mereka jahat, mereka apatis. Berbeda jauh dengan sahabat-sahabat Young Lady sewaktu masih sekolah dulu.

So, Young Lady tak mau membuat surat pengakuan. Ironis sekali, harus mengakui kejahatan yang tidak pernah dilakukan? Biar para oknum-oknum plagiator saja yang membuat surat pengakuan. Young Lady cantik takkan sudi membuatnya. Lebih baik mempertahankan kebenaran dari pada harus merendahkan diri hanya demi sepotong nilai.

Tulisan cantik ini dibuat dengan rasa kesal yang memuncak. Tak habis pikir rasanya dengan si penuduh. Bisa-bisanya seorang pendidik, menuduh tanpa bukti yang jelas. Ya, dosen mata kuliah keagamaan itu hanya menuduh tanpa memberikan bukti akurat. Bahkan memaksa mahasiswanya membuat surat pengakuan copy paste dengan ancaman tidak diluluskan. Baguskah perilaku dosen seperti itu?

Tidak, menurut Young Lady. Bukan cerminan pendidik yang baik. Terlebih ini pengajar subjek materi yang berkaitan erat dengan keagamaan. Beginikah sikap seseorang berilmu tinggi dan paham agama? Seperti inikah cerminan akhlak seorang pendidik yang telah memenuhi rukun Islam kelima?

Namanya agama, semestinya membawa kedamaian. Begitu pula segala sesuatu yang berkaitan dengan agama. Tapi ini? Justru membawa masalah, kemarahan, dan perasaan tidak adil.

Lebih disesalkan lagi mendengar tingkah dosen mata kuliah keagamaan itu. Bukannya menyapa dengan hangat, atau sekadar minal aidzin dulu pasca hari raya, melainkan langsung melontarkan tuduhan tak berdasar. Ok fine, ini mungkin bermaksud memberikan efek jera bagi oknum copy paste dan plagiator. Namun berdampak menyakitkan dan mengesalkan pada mahasiswa yang benar-benar jujur dalam mengerjakan tugasnya.

Nah, bicara soal jera, Young Lady jadi makin jera dengan semua tentang keagamaan di kampus. Ups...jera, seperti lagunya Bunga Citra Lestari. Bagaimana tidak jera? Sudah berulang kali Young Lady dizhalimi dan didiskriminasi bila menyangkut perkara keagamaan di universitas.

Kalau begini terus, Young Lady jadi makin kesepian di tengah umat seagama. Sakit hati rasanya mendapati tuduhan tak berdasar dan dipaksa mengakui kesalahan yang sama sekali tak dilakukan. Walaupun tuduhan itu dilayangkan pada semua mahasiswa, baik yang bersalah maupun yang tidak. Tetap saja rasanya sakit. Telah susah payah mengerjakan tugas dengan jujur tanpa plagiat, tetiba dituduh melakukan kejahatan terselubung dalam dunia literasi.

Plagiarisme adalah kejahatan dalam dunia kepenulisan. Pelakunya sama sekali tidak menghargai karya dan kreativitas orang lain. Namun, bukan berarti semua orang layak dituduh plagiator. Masih banyak orang-orang bersih di dunia.

Young Lady tak pernah dan tak mau melakukan plagiat, sekecil apa pun. However, Young Lady juga seorang blogger. Seorang Kompasianer cantik yang suka menulis cantik. Prinsip Young Lady, salah satu bagian dari menulis cantik adalah no plagiat. Young Lady juga tak mau tulisan-tulisan cantik Young Lady diplagiat orang lain. Sebagai orang yang suka menulis, Young Lady tahu rasanya dan cukup peka. Makanya tak mau plagiat, termasuk untuk urusan tugas kuliah.

Tuduhan plagiarisme itu menyakitkan. Terlebih diucapkan oleh seorang pendidik yang mengajarkan nilai keagamaan. Apakah sudah sedemikian buruknya kualitas para praktisi dan pengajar keagamaan di tanah air? Lihat saja. Banyak kekacauan di negeri ini, akar persoalannya adalah agama. Lebih dalam lagi, para pembawa masalah dan pembuat kekacauan adalah pemeluk agama fanatik. Ironis, kan?

Fanatisme beragama ternyata telah merasuki pengajar bidang studi keagamaan pula. Tak baik bila institusi pendidikan diisi oleh orang-orang fanatik. Kasihan anak bangsa yang harus menerima pengajaran dari para pendidik fanatik macam ini. Selamanya mereka dan apa yang mereka lakukan akan dianggap salah. Menurut para penganut agama yang fanatik, hanya merekalah satu-satunya yang benar. Orang lain salah. Bahaya, kan?

Kalau sekadar perfectionist, no problem. Tapi kalau sudah mencapai taraf fanatik, itu baru bahaya. Semuanya dianggap salah. Hanya dirinya yang paling benar.

Celakanya, para fanatik ini memiliki peluang besar untuk berubah menjadi radikalis. Mental radikalis, teroris, pengantin, dan apa pun itu, siap-siap saja merongrong jiwa para fanatik. Jujur saja ya. Young Lady paling benci pemeluk agama fanatik, tak peduli apa pun agama mereka.

Kasus tuduhan pengajar mata kuliah keagamaan itu menjadi potret buruknya kualitas MKDU di lembaga pendidikan tinggi. Tuduhan tak berdasar itu berlebihan. Apa lagi yang diajarkan ini hanyalah MKDU, bukan mata kuliah ilmu murni yang menjadi fokus utama. Para pengajar mata kuliah ilmu murni saja tak seekstrem itu, mengapa pengajar MKDU harus sebegitu berlebihan?

Seakan MKDU adalah yang paling utama. Porsinya melebihi mata kuliah lainnya. Kenyataannya tidak begitu. Yang lebih utama adalah disiplin ilmunya. Proses perkuliahan MKDU yang hanya 2 SKS selama satu semester, ditambah lagi sering absennya dosen penuduh itu, dan tuduhan tak berdasar jelang detik-detik pemasukan nilai, sangat berlebihan dan tidak sesuai porsinya.

Hmmmm Young Lady jadi ingin berdoa: Ya Tuhan, bila memang takdirku adalah dosen atau pengajar, tetap lembutkanlah hatiku agar aku bisa mengajar murid-muridku kelak dengan adil, lembut, sabar, dan penuh kasih. 

Weell, Young Lady jadi ingin cepat-cepat lulus S1, lanjut S2 sambil memulai rencana hidup dengan berbisnis dan mengajar. Dari pada terus bertahan di universitas yang penuh hawa diskriminasi dan individualisme. Apakah kejadian ini terjadi pula di universitas lain?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun