Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami

Segelas Milkshake untuk Belahan Jiwa

1 Juni 2018   03:32 Diperbarui: 1 Juni 2018   03:43 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengistirahatkan kakinya yang letih, Dinda menjatuhkan diri di waiting chair. Nyaris saja ia menyerah kalau tak melihat sebuah brankar didorong dengan cepat dari arah ruangan kemoterapi. Rasanya ia familiar dengan sosok di atas tempat tidur itu. Juga orang-orang berpakaian putih dan hitam itu. Mata Dinda melebar ketakutan. Ia menahan nafas, shock.

"Tuan Calvin, tolong Anda sabar." Didengarnya seorang suster berkata.

Pria tinggi berjas hitam yang memunggunginya, bukankah itu Calvin? Dia tidak terapi. Dialah yang mendorong brankar itu bersama paramedis.

"Dia adik saya, Suster. Bagaimana saya tidak cemas?"

Suara bass itu, jelas suara Calvin. Dinda melihat Calvin membungkuk, memegang tangan pemuda berambut coklat yang terbaring di brankar.

"Christ, kamu harus kuat. Kamu pasti bisa. Lawan rasa sakitnya, Christ."

Tubuh Dinda bergetar. Christ, adik tiri Calvin, sakit kanker? Ya Allah, cobaan apa lagi yang menimpa keluarga baik itu? Mengapa Calvin tak memberi tahunya?

Air mata mengaliri wajah Dinda. Menyeka kasar air matanya, Dinda berlari menjauh. Suaranya bergetar menahan sedih dan amarah saat menelepon Calvin.

"Jelaskan padaku apa yang terjadi dengan Christ! Pembohong! Kenapa kamu tidak bercerita? Katanya mempercayaiku! Bullshit!"

Hal pertama yang dilakukan Dinda adalah memaki Calvin. Dapat ia dengar helaan nafas pria tampan itu. Lelahkah Calvin? Atau putus asa?

"Nanti malam aku ke rumahmu, Dinda. Biar kujelaskan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun