Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fiksi Selangkangan, Fiksi Religius, dan Pernikahan Tanpa Seks

8 Mei 2018   06:06 Diperbarui: 8 Mei 2018   07:38 1847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (pixabay)

Ayo ayo, siapa yang hafal lirik lagu ini? Kalau Kompasianer sudah mengikuti tulisan-tulisan cantik Young Lady selama tahun kemarin dan tahun ini, pasti tak asing lagi. Young Lady saja sampai hafal liriknya di luar kepala. Terlalu sering mendengarkan dan mencoba menyanyikan lagunya, baik dengan atau tanpa piano. Susah-susah gampang.

Ada cinta yang sejati
Ada sayang yang abadi
Walau kau masih memikirkannya
Aku masih berharap kau milikku (Isyana Sarasvati-Masih Berharap).

Calvin memainkan pianonya. Blogger super tampan itu menulis dan bermain piano untuk menyublim luka hatinya. Calvin menangis, hidungnya berdarah.

"Maaf, aku terlalu sering mengecewakanmu. Tapi, aku sangat mencintaimu. Aku layak disalahkan karena tak bisa membuatmu memberikan keturunan dalam keluarga kita."

Potongan-potongan adegan di atas juga tak asing, kan? Sangat khas Young Lady cantik, khas "Calvin Wan" juga. Itu bukan sekadar adegan biasa. Ada muatan ideologi di dalamnya. Tapi sebelum kita membahas potongan adegan di atas, ada satu hal lain yang harus dikupas dulu.

Apa itu? Ya, tak lain fiksi vulgar, fiksi selangkangan, gerakan syahwat merdeka seperti kata Taufik Ismail, atau istilah lainnya sastra wangi. Kompasianers pasti tahu apa itu sastra wangi.

Awal kebangkitan sastra wangi dipelopori oleh pengarang Ayu Utami. Kelahiran novel Saman di tahun 1998 bersamaan dengan Reformasi menimbulkan gebrakan baru. Permasalahan yang dianggap tabu menjadi layak diperbincangkan setajam...ups, sorry. Itu kan tagline salah satu acara infotainment. Pokoknya, novel Saman mendorong perkembangan sastra wangi.

Nah, sebenarnya sastra wangi itu apa sih? Sastra wangi cenderung mengangkat tema seks, namun dari sudut pandang kaum wanita. Karya-karya sastra wangi menitikberatkan pada wanita yang menyuarakan hak-haknya seputar kebebasan seksual. Mulanya, topik seputar seks begitu tabu untuk dibicarakan. Tak ada yang berani membicarakannya.

Sejak kelahiran novel Saman, bermunculanlah karya-karya fiksi sejenis. Tema seks menjadi laris di pasaran. Publik seakan kehausan bacaan mengenai seks yang vulgar, erotis, dan sarat unsur pornografi.

Lama dijejali bacaan seks, publik mulai mendambakan cahaya spiritual. Hadirlah Ayat-Ayat Cinta. Larislah novel karya Kang Abik itu. Bahkan sampai difilmkan dan dibuat sekuelnya, Ayat-Ayat Cinta 2. Orang-orang kembali ke jalan spiritual setelah tersesat begitu jauh menembus lorong fiksi selangkangan.

Fiksi religius hadir membentengi pengaruh buruk fiksi selangkangan. Sementara itu, fiksi selangkangan mengobrak-abrik kemunafikan agama dan batas moral. Keduanya seperti dua kutub yang saling berbenturan. Secara tidak langsung, ada pertarungan sengit antara fiksi selangkangan dan fiksi religius.

Nah, itu tadi sekilas tentang fiksi selangkangan dan fiksi religius. Lalu, apa kaitannya kedua jenis fiksi populer tersebut dengan potongan adegan cerita "Calvin Wan"? Kaitannya adalah, adegan-adegan di atas tercipta dari ketidakpuasan Young Lady cantik pada fiksi selangkangan dan fiksi religius.

Jujur ya, kalau boleh memilih antara Saman Wisungeni dengan Fahri Abdullah, Young Lady lebih memilih Fahri. Kalau harus memilih antara tokoh Ben di Novel Rnayla dan Ikbal Maulana di Syahadat Cinta, Young Lady lebih pilih Ikbal. Kalau bebas memilih antara Ervin Daniswara di Miss Pesimisnya Alia Zalea dengan Mas Pras di Surga yang Tak Dirindukan, Young Lady pilih Mas Pras suaminya Arini dan Meiros saja. Intinya, Young Lady cantik lebih memilih fiksi religius dari pada fiksi selangkangan.

Tapi...eits, ada tapinya. Bila harus memilih antara Fahri Abdullah dan Calvin Wan, Young Lady cantik akan tetap pilih Calvin Wan. Sesempurna-sempurnanya tokoh Fahri Ayat-Ayat Cinta, masih lebih sempurna tokoh Calvin Wan di Melodi Silvinya Kompasiana. Eits, ini bukan karena mencintai tokoh di karya sendiri. Sama sekali bukan. Namun, ini merupakan cerminan keresahan pada fiksi selangkangan dan fiksi religius.

Actually, kehadiran tokoh Calvin Wan merupakan ketidaksengajaan. Atau ketidaksengajaan yang sebenarnya telah direncanakan Tuhan. Berawal dari seorang pria yang menginspirasi, lalu hadirlah figur Calvin Wan di panggung Kompasiana.

Tokoh Calvin Wan menjadi simbol ketidakpuasan Young Lady pada ideologi fiksi selangkangan dan fiksi religius. Fiksi selangkangan cenderung bebas, vulgar, amoral, membenarkan seks pranikah, menganggap perselingkuhan tidaklah salah, dan ujung-ujungnya tetaplah seks. Sedangkan fiksi religius cenderung patriarkal, memposisikan perempuan sebagai yang lemah, membenarkan poligami, mematikan dan menyakiti tokoh perempuan sementara di sisi lain tokoh lelaki diceritakan begitu sempurna, sehat, dan kuat. Pada akhirnya, tokoh lelakilah yang berbahagia. 

Coba perhatikan. Tokoh Maria Ayat-Ayat Cinta meninggal, Aisha mengizinkan Fahri menikah lagi, Hulya meninggal tertusuk pisau setelah memberikan Fahri seorang anak lelaki, Arini meninggal karena kanker rahim dan mengamanatkan Mas Pras bersama Meiros. Bahagia sekali ya, tokoh lelaki itu. Mereka terbebas dari penyakit, kuat, gagah, kaya, sukses, dan pada akhirnya hidup bahagia dengan istri cantik. Kesimpulannya, fiksi selangkangan terlalu bebas dan fiksi religius terlalu merugikan tokoh wanita.

So, Young Lady tak terima. Tak rela melihat kebebasan seks pranikah, tetapi juga tak puas dengan posisi lemah kaum wanita. Jalan tengahnya, Young Lady membuat style sendiri. Membawa muatan ideologi baru dalam kisah fiksi cantik, yang sejalan dengan perjalanan hidup dan love story Young Lady. Menulis cerita sendiri, cerita cantik yang tidak terikat dengan fiksi selangkangan ataupun fiksi religius.

Ok, Young Lady tak keberatan dengan pemikiran Ayu Utami tentang pernikahan. Setuju, namun tidak sepenuhnya setuju. Orang kebanyakan menikah karena tekanan status dan kultural. Perempuanlah yang biasanya tertekan. Benar, itu benar. Tanpa pernikahan pun, perempuan bisa bahagia. Bahkan lebih sukses dan mandiri. Itu juga benar. Tapi, toh Ayu Utami menikah juga, kan? Walaupun pernikahannya hanya secara agama, tidak dicatatkan secara resmi di negara. Seperti yang ia ungkapkan di website pribadinya.

Inkonsisten, kan? Bukannya menghakimi inkonsistensinya, tetapi tak sepenuhnya setuju dengan alasan seseorang tidak menikah. Benar bahwa menikah kesannya adalah satu-satunya pilihan. Tetapi, layak ditambahkan bahwa alasan lain orang tidak menikah adalah trauma dan perlindungan diri. Seperti Young Lady cantik. Young Lady cantik pernah menuliskan di artikel cantik beberapa minggu lalu, tentang menikah dan selibat. Tak ingin menikah karena semua pria jahat. Yang baik hanya Nabi Muhammad. Alasan tidak menikah untuk melindungi diri dari kesalahan yang sama.

Namun, Young Lady cantik hanya manusia biasa. Keinginan tidak menikah hanya sebatas keinginan. Belum tentu keinginan Young Lady sejalan dengan rencana Tuhan. Betul bahwa jodoh telah ditentukan, tetapi sebenarnya kita bisa memilih siapa jodoh kita bila kita punya kemauan dan kesungguhan untuk mendapatkannya. Bilapun Young Lady kelak menikah, inginnya menikah dengan pria yang tidak biasa. Bukan pria sederhana dan biasa-biasa saja. Bahkan kalau bisa, pria yang beda etnis, beda bangsa, atau beda usia, baik yang jauh maupun dekat. 

Tak mengapa, asalkan non-native...hmmmm, ini harga mati. Sejak kecil, Young Lady terbiasa menghadapi tantangan. Young Lady sudah biasa menaklukkan berbagai kesulitan hidup. Mulai dari perjuangan untuk mendapat pendidikan, berperang menghadapi diskriminasi, mempelajari hal-hal yang sebenarnya mustahil dipelajari perempuan seperti Young Lady, dan perjuangan untuk diakui. 

Berat, melelahkan, menyedihkan, namun menggairahkan dan tak biasa. Tak biasanya inilah yang menggelorakan hati Young Lady. Dari soal sekolah sampai pasangan kekasih, Young Lady berbeda dengan saudara-saudara lainnya. Sejak kecil sudah begitu. So, bila kelak harus menikah pun, Young Lady ingin berbeda. Ingin tak sama dengan sepupu-sepupu lainnya. 

Bila kebanyakan sepupu berpacaran sekian tahun dengan orang yang sama, native pula, lalu menikah, hidup sederhana, dan istrinya tak lama langsung positif mengandung benih suami di dalam rahimnya, Young Lady tak ingin begitu. Young Lady ingin merasakan liku yang terjal dan penuh tantangan. Jenis relasi dan pernikahan beda usia, etnis, atau bangsa. Bahkan, jujur saja ya, Young Lady tak keberatan, sama sekali tak keberatan menikahi pria infertilitas. Sungguh tak keberatan. Berani, kan?

Ini semata demi mewujudkan ideologi yang tertanam dalam pikiran: pernikahan tanpa seks. Seperti ideologi yang disampaikan Young Lady dalam cerita. Potongan adegan di awal tadi salah satu contohnya.

Bila fiksi religius terkesan patriarki dan mengekang wanita, fiksi selangkangan terlalu membebaskan, Young Lady mengambil jalan tengahnya. Walau jalan tengah ini tak sempurna pula. Sebab cenderung berat sebelah untuk pria. Prinsip Young Lady, tidak boleh menyakiti tokoh wanita. Tokoh wanita memang cantik, baik, pintar, dan saleh, tetapi jangan dijadikan sebagai objek penderitaan. 

Cukup sudah fiksi religius dan fiksi selangkangan menjual derita wanita. Biarlah kali ini pria saja yang menderita. Dalam cerita Young Lady, wanita tidak boleh menderita. Merekalah yang harus bahagia, kuat, mandiri, dan kaya-raya. Bahkan saat suami mereka sakit parah dan akhirnya meninggal, tokoh wanita pun tetap harus berada di posisi yang kuat.

Bila ada kasus infertilitas, prialah yang salah. Bukan wanita. Bila ada yang harus sakit parah, kecelakaan, meninggal, dilukai, dan disakiti, haruslah tokoh pria. Jangan sampai tokoh wanita mengalaminya.

Satu lagi prinsip Young Lady: no seks. Bahkan bila diceritakan tokoh pria menikah dengan tokoh wanita, tidak ada seks di antara mereka. Bagaimana mau seks? Prianya saja sakit dan divonis infertilitas. Bagaimana mau seks? Prianya saja sangat menjaga dan memuliakan wanitanya. Misalnya tokoh Calvin Wan itu. Calvin digambarkan nyaris sempurna. 

Tampan, pintar, kaya, terkenal, saleh, multitalenta. Seorang blogger super tampan, mantan model, dan pengusaha. Ia hampir memiliki segalanya. Hampir ya, hampir memiliki. Satu yang tak dimilikinya: kesehatan. Calvin Wan biasanya dikisahkan memiliki penyakit yang cukup parah, sampai-sampai ia tak mampu membuat istrinya mempunyai keturunan.

Tokoh pria dibuat tak berdaya. Sementara tokoh wanita berada dalam posisi yang kuat. Meskipun kuat, tokoh wanita tidaklah semena-mena. Biasanya, mereka mampu menerima keadaan sang pria. Baik wanita maupun pria sama-sama setia, tidak pernah tergoda untuk bermain di belakang dengan lain orang.

Walaupun Young Lady cantik bukan sastrawan, bukan pula pemuka agama, tetapi Young Lady berusaha melakukan perlawanan melalui cerita-cerita cantik di Kompasiana. So far, hanya ini yang baru bisa dilakukan Young Lady untuk melawan fiksi selangkangan dan fiksi religius yang sama sekali tidak memuaskan. Young Lady juga melawan stigma negatif yang dialamatkan pada wanita seputar kasus infertilitas. 50% kasus infertilitas karena kesalahan pria, tapi selalu saja wanita yang disalahkan. Young Lady akan terus dan terus melawan semua itu. Sebisa mungkin melawannya dengan tarian pena yang cantik.

Stigma lainnya yang ingin dipatahkan Young Lady adalah, tujuan menikah. Benarkah tujuan menikah hanya karena seks dan keturunan? Honestly, Young Lady benci sekali mendengar harapan yang diungkapkan orang-orang di pesta pernikahan: Semoga segera mendapat keturunan. Harapan yang bodoh. Tidak semua orang mampu, tidak semua orang cukup kuat untuk mendapatkan keturunan. Bila menikah hanya karena seks dan keturunan, buat apa menikah? Kalau hanya ingin anak, tinggal lakukan single parent adoption. Jangan memperbudak orang lain sebagai boneka seks dan penghasil anak. 

Tujuan utama pernikahan bukanlah itu. Young Lady ingin, ingin sekali mendobrak stigma tentang tujuan pernikahan. Bisakah pernikahan berjalan tanpa seks? Apakah keturunan harus mutlak ada dalam pernikahan? Tidak, seks dan keturunan tidak harus selalu ada untuk mewarnai ikatan pernikahan sepasang pria dan wanita. Orang-orang yang tak bisa memiliki keturunan dan tidak menginginkan seks juga berhak untuk menikah. Ingat, tidak semua orang mampu dan kuat. Ada kelemahan-kelemahan yang tidak bisa dipahami semua orang. Kelemahan-kelemahan yang terlalu menyedihkan untuk dibahas di sini.

Semua orang, sehat atau sakit, berhak menikah karena cinta. Dengan atau tanpa seks, dengan atau tanpa keturunan.

**        

Paris van Java, 7 Mei 2018

Tulisan cantik, sentilan untuk para pembuat fiksi selangkangan dan fiksi religius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun