Ia tiba di rumahnya tepat saat kumandang azan Maghrib. Maghrib tiba, hari berganti. Hari dalam penanggalan Hijriyah. Mengecek smartphonenya, Calvin teringat sesuatu. Ini malam Nisfu Sya'ban. Malam penuh ampunan. Tak boleh disia-siakan.
Baru saja menaiki anak tangga marmer penghubung teras dan halaman, tatapannya tertumbuk ke rumah seberang. Rumah Syifa. Lampu-lampunya menyala. Pertanda kehadiran penghuninya di dalam. Sebelum fokus beribadah, ada satu hal lagi yang mesti dilakukannya.
Buru-buru dia masuk ke dalam rumah. Meminta asisten rumah tangganya menyiapkan makanan. Diantarkannya makanan ke rumah Syifa. Meski ia tahu di rumah itu pun ada asisten rumah tangga dan supir pribadi yang selalu siap melayani, ini adalah bentuk kasih sayang. Bentuk kasih sayang bagi wanita dan anak-anak perempuan yang ditinggalkan pria yang mereka cinta.
"Terima kasih, Calvin. Kau selalu ingat kami." kata Syifa tulus.
"Sama-sama. Kamu dari mana, Syifa? Kelihatannya baru pulang dari bepergian ya?" tebak Calvin.
"Dari San Diego Hills. Rindu suamiku."
Kini Syifa telah banyak berubah. Dengan atau tanpa suaminya, Syifa berusaha menjadi istri salehah. Walau dulunya pernah terjerumus ke jalan yang salah sebagai istri palsu, ia sudah insyaf.
Si kembar Julia-Calisa dan Rossie berlari-lari menuruni tangga. Berebutan memeluk Calvin. Rossie duduk di pangkuannya. Dengan lembut dan penuh kasih, Calvin menyuapi ketiga anak cantik itu. Memperlakukan mereka seperti anaknya sendiri.
** Â Â Â Â
This worldly life has an end
And it's then the real life begins