Hati Calvin trenyuh. Pria kelahiran 9 Desember itu tak tega. Tangis si anak perempuan pecah. Calvin memeluknya. Biar bagaimana pun, ia masih seorang ayah. Ayah yang dibenci anaknya.
"Roti ini buat kamu, Nak. Gratis..." ujar Calvin lirih.
Perlahan anak perempuan itu melepas pelukannya. Menatap Calvin tak percaya.
"Serius ini buat saya?" Ia memastikan.
"Iya. Dan...tunggu sebentar."
Calvin setengah berlari mengambil kotak seukuran kardus tempat penyimpan air mineral. Diisinya kotak itu dengan beberapa bungkus roti, sekaleng besar susu, beberapa botol minyak goreng, lima bungkus mie instant, buah-buahan segar, ikan kaleng, tas sekolah, kotak pensil penuh berisi alat-alat tulis yang semuanya baru, dan satu plastik sayuran.
"Ini buat kamu dan ibumu. Semoga ibumu cepat sembuh," ucapnya seraya memberikan kotak itu ke tangan si gadis malang.
Ia berterima kasih berkali-kali. Tak tahu bagaimana harus membalas kebaikan si pengusaha tampan. Calvin sungguh berhati malaikat. Tak heran bila Gloria dulu menjulukinya Malaikat Tampan Bermata Sipit. Si malaikat tampan bermata sipit mengantarnya keluar supermarket. Memastikannya pergi dengan selamat.
** Â Â Â Â Â
Menjelang Maghrib, Calvin baru selesai dengan penyamarannya. Ia mengemudikan mobil dengan perasaan bahagia. Bahagia telah menolong orang lain, walau kebaikannya diprotes dan dianggap berlebihan oleh manager supermarket. Bila Calvin berbuat begitu terus, bisa-bisa supermarketnya merugi. Begitu kata managernya. Terlalu banyak orang miskin, atau orang yang pura-pura miskin.
"Laa haula wala quwata illa billah..." Calvin terus berzikir dan bershalawat di dalam hati. Menyetir mobil sambil berzikir dan bershalawat, kebiasaan lamanya. Apa kurangnya Calvin Wan? Tampan, kaya, saleh pula. Muslim berdarah keturunan yang dermawan dan penyayang.