Belasan anak usia empat-lima tahun memasuki gerbang taman kanak-kanak. Senyum ceria menghiasi wajah mereka. Tangan-tangan mungil menyalami Syifa. Antusias menyapanya, memanggilnya "Bu Guru Cantik" seperti biasa.
Syifa balas tersenyum pada murid-muridnya. Pandangan mereka beralih pada sosok pria tampan di samping Syifa. Pria yang sudah lama tak terlihat, tapi tetap mereka ingat. Belasan kanak-kanak itu berseru senang.
"Ada Pak Guru Ganteng!"
Seruan excited itu membuat sang pria tertawa kecil. Ia jarang mengajar di sini. Hanya sesekali mendampingi Syifa. Namun para murid tak pernah melupakannya.
"Mereka masih mengingatmu, Adica." bisik Syifa.
Cukup lama Adica berada di sana. Ia saksikan murid-murid Syifa masuk kelas dengan tertib. Syifa mengajari mereka menyanyi, menggambar, dan melipat kertas. Tanpa ragu, Syifa dan Adica berkeliling di antara para murid. Membantu mereka yang kesulitan mengerjakannya. Tak semuanya mulus. Satu-dua anak merajuk, enggan ditinggal nani-nya. Siapa lagi yang menenangkan kalau bukan Adica dan Syifa?
Mengajar di taman kanak-kanak memberikan warna tersendiri. Syifa menikmatinya. Adica mendukung sepenuh hati pilihan istri cantiknya. Para nani dan orang tua murid yang kebetulan mengantar anaknya, terkesan melihat mereka berdua. Semuanya sepakat kalau Adica dan Syifa pasangan serasi. Pasangan serasi boleh saja, tetapi masihkah mereka bahagia?
Di luar gerbang taman kanak-kanak, Calvin memperhatikan adik angkatnya dan istrinya. Sedikit rasa syukur mengaliri hati. Setidaknya mereka masih terlihat baik-baik saja di depan semua orang.
"Ya Allah, kembalikanlah kebahagiaan Adica dan Syifa. Orang baik seperti mereka layak berbahagia." doanya perlahan.
Calvin menanti dengan sabar. Sampai akhirnya Adica memberikan kecupan hangat di kening Syifa sebagai tanda perpisahan, lalu berjalan menghampirinya. Urusan keluarga selesai. Saatnya rapat.
** Â Â Â