Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membuat Diri Terbiasa Disakiti, Kebodohan atau Kegilaan?

17 Maret 2018   06:10 Diperbarui: 17 Maret 2018   15:04 1398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menusuk-nusuk hatinya dengan jarum paling tajam menjadi kebiasaan baru Young Lady. Timbul rasa puas di dalam hati. Seakan rasa sakit di masa lalu sedikit demi sedikit mulai terbayar. Masanya wanita disakiti lelaki sudah lewat. Kini, tibalah saatnya lelaki jatuh ke kaki wanita. Jatuh dengan rasa sakit yang amat dalam.

Sedalam luka yang ditorehkan Young Lady ke hati "Calvin Wan". Susah sekali mengusirnya pergi. Alhasil menjadikannya sebagai pengisi kekosongan, pelampiasan karena tak ada pilihan lain, jadi sah-sah saja. Menggores luka yang semakin dalam.

Disakiti berkali-kali tak lagi jadi soal. Mengapa? Sebab sudah terlalu terbiasa. Begitulah jawabannya. Membuat Young Lady kaget. Eits, ekspresi kagetnya tetap cantik ya.

Sepertinya "Calvin Wan" mengikuti kata Isyana Sarasvati dalam salah satu lagunya, Kuterimakan. Menerima keadaan untuk disakiti berkali-kali. Membiarkan diri terbiasa menerima rasa sakit berulang-ulang. Benar-benar tipe protagonis.

Benarkah ada yang seperti itu? Benarkah ada yang rela dijadikan sebagai pengisi kekosongan, disakiti berkali-kali, karena sudah terbiasa? Adakah cara untuk membuat diri agar terbiasa disakiti?

Barangkali yang lebih tepat adalah melatih kesabaran. Melatih diri agar sabar saat disakiti berulang kali. Bukannya membiasakan diri untuk disakiti orang lain.

Sebuah hal bodoh, gila, dan naif menurut Young Lady. Ketika diri sendiri terbiasa disakiti. Cinta, nampaknya bukan alasan yang kuat untuk menjadikan seseorang rela tersakiti berulang kali.

Setiap orang berhak bahagia. Tiap orang berhak mencari kebahagiaan dan melepaskan diri dari keadaan yang membuatnya sedih. Namun, kita harus ingat satu hal. Hidup adalah pilihan. Mencintai, menyakiti, membenci, dan merelakan diri disakiti juga merupakan pilihan.

Manusia berhak memilih. Berhak menentukan nasibnya sendiri. Rela, menerima, dan terbiasa disakiti orang lain, itu pun sebuah pilihan. Bisa jadi suatu konsekuensi atas pilihannya sendiri. Jika berani memilih, beranilah menanggung risikonya.

Hati yang sakit berkali-kali, bisa mengakibatkan luka mendalam. Hati yang berdarah karena sudah terlalu sakit, membahayakan pemiliknya. Psikosomatis mungkin akibat paling dekat. Beberapa konsekuensi lainnya pun datang tanpa permisi.

Cinta itu luka. Terkadang, orang yang mencintai harus menanggung luka dan rasa sakit karena cintanya. Cinta dijadikan alasan untuk membiasakan diri disakiti berkali-kali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun