Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wanita Penyuka Calon Pastor, Apakah Sama Buruknya dengan Pelakor?

25 Februari 2018   06:20 Diperbarui: 25 Februari 2018   08:22 1394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Young Lady akui, pernah menjadi wanita penyuka calon pastor. Kompasianer tahu kan apa artinya itu? Menyukai pria yang terikat kaul selibat, tidak menikah sepanjang hidup. Mengakui pria yang sejatinya kekasih Kristus. Pria-pria yang virginitasnya tidak boleh lagi diotak-atik. Pria yang cinta dan kasihnya hanya untuk Yesus Kristus.

Dimata-matai Romo? Young Lady pernah mengalaminya. Diusir calon pastor yang tampan? Pernah juga. Ah, itu menyakitkan. Semuanya berubah sejak negara api menyerang...ups, itu kan Avatar. Maksudnya, semuanya berubah sejak calon pastor tampan my prince charming itu tak ada. Walau sebenarnya mantan-mantan kekasih dan beberapa pria yang sempat dekat dengan Young Lady jauh lebih tampan dari dia, namun sosok yang satu itu tetaplah rupawan dan takkan terlupa. Hal inilah yang membuat Young Lady tak bahagia hingga kini. Seharusnya, tahun ini ia sudah ditahbiskan sebagai Imam. Sakit sekali bila mengingatnya.

Dengan segala kerelaan hati, Young Lady paham bila jalannya adalah sebagai gembala. Kekasih Kristus, pelayanNya yang setia, taat, selibat, dan sederhana sesuai tiga kaul kebiaraan: keperawanan, kemurnian, kemiskinan. Kini, agar tak terlalu sedih, Young Lady mencoba mengasihi orang-orang yang dekat dan balas mengasihi Young Lady. Orang tua, sahabat-sahabat terdekat di masa kecil, beberapa Kompasianer cantik dan tampan yang care, orang-orang yang mendapat makanan yang dibagikan Young Lady tiap Hari Jumat, dan "Calvin Wan" pembaca buku, dan story teller Ayat-Ayat Cinta 2 itu. Namun tetap saja, pedih akibat luka yang belum mengering masih terasa.

Pertanyaannya adalah, apakah wanita penyuka calon pastor sama rendahnya seperti pelakor di mata publik? Dan apakah pelakor serendah itu? Tidak bisakah kita berhenti memaki, menjustifikasi, dan melabeli pelakor begitu cepat? Tidak semua pelakor itu bersalah. Para istri sering kali mencaci-maki dan menyalahkan. Bahkan menyakiti pelakor secara fisik dan mental. Menyebut-nyebut tentang hati nurani. Lantas, para istri sendiri dimana hati nuraninya ketika menyakiti para pelakor dengan buas? Apakah bentuk penyiksaan jiwa-raga itu menggunakan nurani yang bersih? Sebelum menyalahkan pelakor, sebaiknya para istri refleksi dulu. Coba cari tahu mengapa suami kalian yang sangat dibanggakan itu berselingkuh. Bisa jadi itu karena salah para istri sendiri. Bukankah hukum sebab-akibat berlaku?

Para istri boleh marah pada Young Lady. Silakan saja, Young Lady tidak takut. Tetapi sebelumnya, pastikan dulu penyebab para suami berpaling.

Pikir saja dengan logika. Jangan dulu banyak melibatkan perasaan. Misalnya saja, posisinya dibalik. Bila para istri itu pelakor, kemudian kalian dimaki-maki, disakiti, dilabeli, dan dituduh macam-macam. Akan sakit hatikah kalian? Relakah kalian disalahkan atas perbuatan yang tidak kalian lakukan? Pasti tidak rela, kan? Kita bermain simpel saja di sini.

Dari pada menyalahkan pelakor, lebih baik refleksi diri dulu. Cari tahu apa yang salah. Setelah itu, cobalah perbaiki. Cari jalan keluar terbaik. Bila ditemukan jalan tengah, syukur. Bila tidak, ya serahkan saja pada Tuhan.

Cari tahu pula apa keunggulan dan kelemahan wanita-wanita yang tertuduh sebagai pelakor. Apakah mereka lebih cantik, lebih cerdas, lebih sempurna? Nah, setelahnya itu bisa menjadi referensi para istri untuk berubah lebih baik lagi. Wanita kebanyakan pakai hati, bukannya logika. Sehingga mudah emosi dan bertindak cepat tanpa berpikir. Itu sebabnya para pelakor kerap kali jadi korban.

Eits, dan wanita penyuka calon pastor pun ikut jadi korban. Korban mata-matanya Pastor pembimbing, korban pengusiran dari rumah retret, dan korban hati yang terluka. Barangkali wanita penyuka calon pastor sama buruknya dengan pelakor. Ya sudah, terima saja. Mau bagaimana lagi?

Lebih jauh lagi, apakah wanita-wanita yang dinikahi mantan Frater/Romo/Bruder juga sama buruknya seperti pelakor? Padahal banyak sekali wanita seperti itu di dunia, dan banyak dari mereka sangat religius. Apakah mereka mendapat tempat yang sama seperti pelakor? Lantas, apakah wanita-wanita yang berstatus sebagai istri kedua, ketiga, dan seterusnya juga sama rendahnya seperti pelakor? Apakah surrogate mother, pendonor sel telur, dan semacamnya juga sama jeleknya seperti pelakor? Kalau iya, sungguh penilaian yang tidak adil.

Kejamnya dunia, termasuk di antaranya penilaian yang tidak adil. Wanita yang tidak bersalah dipersalahkan, ditakut-takuti, diawasi, dan dilukai. Begitukah cara memperlakukan wanita? Begitukah cara menegur wanita yang lembut? Apakah wanita-wanita yang dianggap bersalah tidak punya kesempatan untuk membela diri? Mengapa penilaian pada kami, yang dianggap penggoda dan perusak, selalu saja tidak adil?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun