Tanpa kata lagi, Calvin menuntun Rossie ke dalam. Mendudukkannya di sofa. Dengan lembut mengobati lukanya.
Kembali Rossie kesakitan. Ia takut jarinya kena infeksi. Jangan sampai pikiran negatif itu meracuni. Harus ada pengalih perhatian.
"Calvin, lebih cantik mana? Bunga-bungaku atau diriku sendiri?" tanya Rossie cepat.
Mata Calvin melebar. Sebuah kemajuan. Tak pernah Rossie menanyakan hal seperti ini padanya.
"Tentu saja dirimu. Bunga-bunga itu kalah cantik denganmu."
Luka di jarinya terasa kian perih. Menyeringai menahan sakit, Rossie melanjutkan tanya.
"Bagaimana bila bunga-bunga itu sudah mekar sepenuhnya?"
"Kamu akan tetap jadi yang tercantik."
Seperti ada yang memompa aliran darah Rossie bertambah cepat. Pipinya merona, ia tertunduk. Gugup memain-mainkan kerah bajunya.
Luka selesai diobati. Calvin merengkuh Rossie kembali ke pelukannya. Menatap dalam-dalam mata hazel istrinya. Tangan Calvin bergerak pelan mengurai kunciran rambut Rossie. Dalam sekejap, rambut yang terkuncir rapi itu terurai. Mengelusnya, lalu Calvin menyelipkan anak-anak rambut ke belakang telinga. Rossie biarkan saja Calvin berbuat begitu.
"Rossie, aku mencintaimu." bisik Calvin.