Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengalah, Tanda Kebesaran Jiwa

27 Januari 2018   06:09 Diperbarui: 27 Januari 2018   08:24 1452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kompasianer, sedih itu wajar kan? Apa lagi sedih ketika impian lama kita terpaksa harus dilepaskan, padahal ada kesempatan di depan mata. Young Lady cantik baru saja mengalaminya.

Ceritanya begini. Suatu keberuntungan karena Young Lady bisa berhubungan baik dengan beberapa dosen. Yah, mungkin lantaran pernah mengikuti Mahasiswa Berprestasi tahun lalu. So, lebih gampang diingat dan dikenal dibandingkan kebanyakan mahasiswa lainnya. Pokoknya, bedalah mahasiswa yang ada nilai plusnya dibandingkan yang biasa-biasa saja. Terasa kok perbedaannya. Dan Young Lady tidak ingin jadi mahasiswa biasa. Sebaliknya, ingin menjadi mahasiswa yang tidak biasa. Tidak biasanya dalam arti positif ya. Menjadi tidak biasa agar lebih mudah diingat dan dikenang. Bukankah orang-orang yang tidak biasa dan punya ciri khas yang lebih cepat terkenal?

Nah, karena hal itu, Young Lady dapat informasi khusus yang tidak dishare ke semua mahasiswa. Hanya pada mahasiswa tertentu saja, Young Lady cantik itu termasuk di antaranya. Sebuaah informasi datang. Sebuah kesempatan hadir di depan mata.

Ya, kesempatan emas itu tak lain program student exchange. Wow, wow, wow, pertukaran mahasiswa! Ini yang sudah lama ditunggu dan dicari-cari Young Lady! Oh my God!

Informasi tentang program pertukaran mahasiswa itu tidak dishare di grup kelas dan angkatan. Young Lady mendapatkannya langsung dari dosen, berikut teknisnya. Eksklusif, khusus untuk yang jelas-jelas berhak, dan tidak untuk kebanyakan yang lain.

Seperti Gitta Guttawa dalam lagunya, hati yang berbunga. Hati Young Lady pun berbunga. Sudah cantik, ditambah lagi dengan berseminya bunga-bunga bahagia. Tambah cantik kan?

Ini kesempatan yang sudah lama ditunggu selama 2 tahun. Ini impian lama Young Lady cantik. Ah, indahnya impian lama itu sudah ada di depan mata.

Sayang sekali...dengan sangat berat, impian lama itu harus dilepaskan. Karena apa? Karena adanya benturan kepentingan lain. Young Lady tidak bisa pergi mengikuti program student exchange. Mana mungkin Young Lady pergi, di saat keluarga tengah sibuk mempersiapkan pesta pernikahan selama beberapa bulan ke depan?

Finally, impian lama itu harus dilepaskan. Kesempatan yang manis tak jadi direguk. So sad.

Benar kata Rossa di lagunya. Sakit, namun aku bahagia. Seperti itulah hati Young Lady sekarang. Hati terasa sakit lantaran kehilangan kesempatan menggapai mimpi, namun bahagia karena bisa mengalah. Belajar berkorban untuk orang lain.

Hati yang cantik ini tak lagi berbunga, tapi sedikit berdarah. Tapi sudahlah, ini bukan rezeki. Mungkin memang waktunya bagi Young Lady cantik untuk mengalah. Mengalah demi anggota keluarga yang akan menikah.

 Seorang Kompasianer charming bersuara bagus sosok inspiratif di balik tokoh "Calvin Wan" entah menganjurkan atau menyuruh Young Lady cantik untuk berhenti memikirkan kesempatan emas yang terpaksa harus dilepas itu. Namunn, layaknya lirik lagu Isyana Sarasvati, Young Lady masih memikirkannya. Terkadang muncul satu pertanyaan di kepala: benarkah keluarga dan orang yang akan menikah berubah menjadi egois? Entahlah, Young Lady belum menikah. Dan sepertinya tidak akan melakukannya. Terlalu riskan bagi orang seperti Young Lady.

Sekali lagi, Young Lady cantik harus mengalah demi sebuah pernikahan. Padahal orang lain yang akan menikah, bukan Young Lady. Merasa tidak adil? Tidak juga.

Bisa saja Young Lady merasa tidak adil. Pasalnya, Young Lady cantik yang paling tidak beruntung soal asmara bila dibandingkan dengan anggota keluarga lainnya. Mereka pandai mendapatkan pasangan dan memikatnya hingga ke jenjang pernikahan. Sedangkan Young Lady cantik? Pasangan saja tak punya. Berusaha sudah, membuka hati sudah. Single forever nampaknya jadi takdir hidup. Diusir calon Romo pernah, dimata-matai pastor Belanda juga pernah.

 Tidak disukai teman perempuan karena dianggap perebut kekasih orang juga pernah. Disangka perebut suami orang? Pernah dong, sakit tapi enak. Dipeluk mantan gay yang sudah tobat, itu juga pernah. Mana ganteng dan suaranya bagus lagi. Rumit ya, jadi orang cantik malah hidupnya tak tenang. Sampai-sampai Young Lady berpikir, buat apa cantik, berprestasi, dan menginspirasi banyak orang kalau ujungnya tak laku dan tak ada yang mau?

Well, bisa saja begitu. Bisa saja merasa tak adil. Young Lady tidak seberuntung para sepupu yang mudah dan cepat mendapat pasangan. Soal asmara, Young Lady tidak ada apa-apanya. Terus, kalau merasa tak adil, kenapa harus mengalah?

Ini jawabannya: kebesaran jiwa. Mengalah bukan berarti kita kalah atau lemah. Melainkan mengalah sebagai tanda kebesaran jiwa. Memang sulit, tapi bukan berarti tidak bisa kan?

Percayalah, mengalah demi orang lain tak ada ruginya. Tuhan menyukai orang yang ikhlas dan sabar. Kelak pastilah orang-orang yang sabar, ikhlas, dan mau mengalah akan mendapat ganti yang lebih baik. Tuhan takkan pernah ingkar janji.

Di saat kita merasakan hidup tidak adil, namun kita bisa mengalah, itu menandakan bahwa kita berjiwa besar. Jiwa yang besar melahirkan keikhlasan. Perih di awal, namun jika telah terbiasa, semuanya bisa dijalani dengan lebih mudah.

Mengalah tak selamanya buruk. Justru mengalah membuat kita belajar sabar dan mengerti keadaan orang lain. Mengalah di tengah ketidakadilan yang kita rasakan, akan menjadi sesuatu yang luar biasa.

Manusia bukanlah malaikat. Bila malaikat tak dianugerahi nafsu dan kemampuan untuk merasakan sehingga ketaatannya sempurna, manusia masih punya nafsu dan perasaan. Mulanya memang tidak mudah untuk mengalah. Young Lady cantik terkadang juga masih membayangkan impian lama itu dan menyesal telah melepaskannya. Namun, itu hanya sementara. Seiring berlalunya waktu, kita akan terbiasa dan menjadi ikhlas.

Ingatlah sekali lagi. Mengalah bukan tanda kekalahan dan kelemahan. Mengalah adalah tanda kebesaran jiwa. Bahkan, mengalah itu bukan berarti kita tak berdaya. Tetapi mengalah justru karena sebenarnya kita mampu, namun kita sengaja mengalah demi orang lain yang kualitasnya berada di bawah kita. So, berbesar hatilah orang-orang yang mau mengalah. Karena kalian orang-orang yang berkualitas dan kuat.

Janganlah berkecil hati. Mengalah pun termasuk bagian dari toleransi. Di saat sekarang ini praktik-praktik intoleransi bermunculan tanpa henti, masih ada yang mau mengalah dan toleran. Hello Dear, toleransi bukan hanya soal perbedaan etnis dan agama saja ya. Melainkan mencakup semuanya, tak terkecuali perbedaan kepentingan. Siapa mau mengalah demi kepentingan orang lain, dialah sosok yang berani, kuat, toleran, dan berjiwa besar. Hanya orang berhati seluas samudera yang bersedia mengalah.

Sebelum menutup tulisan cantik ini, Young Lady ingin sedikit curhat lagi. Actually, Young Lady ingin menulis surat dengan cantik untuk cinta masa kecil Young Lady. Surat cantik untuk cinta masa kecil yang juga sepupu jauh yang cukup rupawan. Ingin mengungkapkan sisa-sisa rasa sedih karena harus melepas impian, sekaligus dorongan hati untuk tetap ikhlas dan mengalah. Dan jujur saja, Young Lady merasa kesepian, sebab merasa tak ada yang mengerti dan peduli pada gadis secantik ini. 

Seperti lagunya Isyana Sarasvati, Masih Berharap, lagu yang semalam dicoba dibawakan dengan cantik lewat instrumen piano, Young Lady cantik masih berharap ada yang mengerti, ada yang memahami. Memahami seorang gadis kesepian. That's all. Ah Kompasianers tak tahu. Sebenarnya Young Lady cantik suka menulis surat. Surat-suratnya ditujukan untuk orang-orang yang dicintai, khususnya untuk pria-pria charming yang pernah, sedang, atau telah singgah di hati Young Lady cantik. Namun surat-surat itu tak pernah dikirimkan. 

Di zaman serba canggih seperti sekarang ini, Young Lady cantik masih suka menulis surat karena menghargai prosesnya. Proses menulis, hingga lembaran kertas itu penuh berisi surat, mulai dari pembuka sampai penutup. Young Lady menikmati prosesnya saja. Menikmati proses itu perlu kan? Yang serba instan juga tak selamanya baik.

Kompasianer, pernahkah kalian mengalah untuk orang lain?

**     

Paris van Java, 26 Januari 2018

Tulisan cantik, setelah bermain piano dengan cantik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun