Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa Pun Itu, Lakukanlah dengan Hati

22 Januari 2018   06:25 Diperbarui: 22 Januari 2018   09:17 1308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam ini, Young Lady lagi sedih. Bukan karena ada masalah, tapi karena terbawa perasaan. Perasaan terhanyut dalam kesedihan setelah mendengarkan salah satu bagian rekaman buku yang dibacakan untuk Young Lady.

Nah lho, bagaimana itu bisa terjadi? Ceritanya panjang. Intinya, ada Kompasianer charming bersuara bagus sosok inspirasi di balik karakter "Calvin Wan" yang berbaik hati membacakan sebuah buku untuk Young Lady cantik. Tak kira-kira, bukunya pun sangat bagus. Sebuah novel pembangun jiwa karya alumnus Universitas Al Azhar: Ayat-Ayat Cinta 2. Pertama kali membaca Ayat-Ayat Cinta bagian pertama dan kini Ayat-Ayat Cinta 2, keadaan sudah berbeda. Khususnya kondisi penglihatan dan media yang digunakan untuk membacanya.

Saat membaca AAC bagian pertama, semuanya masih baik-baik saja. Masih bisa membaca sendiri tanpa bantuan siapa pun. Namun, seiring berjalannya waktu, sepasti musim dan waktu, kondisi pun berubah. Bukannya ke arah progres yang baik, justru ke arah yang kurang baik. Mengharuskan Young Lady cantik membaca buku dengan bantuan media lain.

Proses scan ternyata sulit. Sementara anggota keluarga yang lain tak lagi punya banyak waktu untuk duduk di samping Young Lady untuk sekadar membacakan isi buku. Namun, Allah tak pernah tidur. Selalu mendengarkan dan membukakan jalan keluar bagi permasalahan.

Buktinya, permasalahan ini terpecahkan. Finally, seseorang mengulurkan tangannya dengan penuh kasih. Si Kompasianer charming ini tergerak membacakan cerita indah itu untuk Young Lady. Sebuah kisah yang cantik, didengarkan oleh seorang gadis cantik, dan dibacakan dengan charming. Perfekto.

Tiap hari, ia bacakan kisah indah itu untuk Young Lady. Kisah indah itu menjadi berkali lipat lebih indah saat dibacakan olehnya. Tanpa terasa, sudah hari ke-16 Kompasianer charming membacakannya untuk Young Lady.

Sedikit mengherankan, bagaimana mungkin seseorang yang tidak menyukai bacaan romance dan religi, serta lebih suka novel detektif, bersedia membacakan novel setebal itu untuk Young Lady cantik? Entahlah, yang jelas rasa syukur ada di hati karena permasalahan ini telah ada jalan keluarnya. Thank you Allah.

Tak dapat dipungkiri, suaranya bagus. Lama mempelajari dan terjun sendiri di dunia broadcasting membuat Young Lady sedikit-sedikit bisa menilai berbagai karakter suara tiap individu. Seperti apa jenis suara alto, mezosopran, sopran, bass, tenor, dan barithon. Suara jenis apa yang cocok untuk MC formal, MC non formal, membawakan program di radio berita, radio dakwah, radio keluarga, radio anak muda, dan radio dewasa muda. Karakter suaranya sangat cocok untuk radio berita dan MC formal. Di mata Young Lady, pria bersuara bagus jauh lebih seksi dan charming.

Bukan hanya suara bagus. Kemampuan bercerita pun terus meningkat. Padahal ini pengalaman pertamanya membacakan buku untuk orang lain. Pengalaman pertamanya bercerita. Karena membacakan buku tak sekadar membacakan, melainkan bercerita. Seperti kegiatan story telling. Ada tekniknya, ada theatre of mind, dimana seorang story teller yang baik mampu membuat pendengarnya ikut terbawa dalam cerita yang dikisahkannya.

Keetika pendengar bisa merasakan suasana dalam cerita, berarti story teller berhasil. Ia sukses menyampaikan isi cerita pada audience. Nah, kesedihan yang dirasakan Young Lady malam ini akibat terbawa suasana sedih dalam cerita. Kompasianer charming berhasil mengaduk-aduk perasaan Young Lady dengan suara dan teknik berceritanya.

Bercerita itu susah. Membacakan buku untuk orang lain pun tak semudah membaca untuk diri sendiri. Bila membaca untuk diri sendiri cukup di dalam hati, membacakan buku untuk orang lain harus bersuara. Tak sekadar membacakan. Bagaimana intonasi, jeda, artikulasi, interpretasi, dan theatre of mind, tak luput dari perhatian. Young Lady tak asal bicara. Pernah menjadi penyiar radio untuk program anak-anak tiap Minggu pagi, dan diharuskan story telling, Young Lady juga menyukai kegiatan itu dan antusias mempelajarinya. Bagaimana bercerita dengan baik, bagaimana membuat pesan dalam cerita itu tersampaikan pada pendengar.

Mungkin terdengar tak masuk akal. Silakan saja menilai. Namun, kisah indah yang dibacakannya sangat membantu. Membantu seorang gadis cantik mengatasi rasa kesepian dan kesendirian yang sering kali menyelimuti. Dalam arti, masih ada yang tulus. Masih ada yang peduli. Masih ada yang menyayangi dan punya hati. Bahkan, percaya atau tidak, dalam keadaan marah, sedih, dan terluka sekalipun, ia masih mau dan mampu membacakan lanjutan demi lanjutan kisah indah karya Habiburrahman el Shirazy itu dengan sangat baik. Padahal kondisinya sendiri sama sekali tidak baik.

Young Lady yakin, tidak semua orang mampu dan bersedia menyisihkan waktunya untuk membacakan buku untuk orang lain. Membaca untuk diri sendiri saja malas, apa lagi untuk orang lain. Hanya mereka yang terbuka hatinya saja yang mau melakukan itu. Hanya mereka yang sungguh-sungguh peduli saja yang mau melakukan itu.

Di tengah kesepian dan perasaan khawatir yang sering muncul, masih ada setitik kepedulian. Di saat hati mulai lelah, ada hati lain yang masih peduli dan mengasihi. Paling tidak, Allah tidak membiarkan gadis secantik Young Lady menghadapinya sendirian. Meski kini, sepotong hati yang cantik itu jadi tak sama lagi. Ada yang terasa berat dan sakit di bagian dalam, itulah yang membuat potongan hati yang cantik tak lagi sama seperti sebelumnya.

Dari apa yang dialami, ada satu poin penting yang dapat direfleksikan: berbuat dengan hati. Berbuat kebaikan dengan hati, bukan dengan pamrih atau dengan harapan mendapat pujian. Berbuat baiklah dengan hati yang tulus. Maka, pesan kebaikan akan tersampaikan pada pemberi dan penerima kebaikan. Percayalah, pemberi dan penerima kebaikan akan merasakan manfaat dari kebaikan itu. Walau mungkin tidak sekarang, tapi akan terasa manfaatnya nanti.

Kebaikan sejati adalah, saat kita berbuat baik pada orang yang takkan mampu membalasnya. Itulah esensi kebaikan yang sebenar-benarnya. Kebaikan sejati semestinya dilakukan dengan hati. Sekecil apa pun perbuatan baik yang dilakukan, maka langit akan mencatatnya. Lalu membuat pemberi dan penerima kebaikan memperoleh kemuliaan. Asalkan perbuatan baik dilakukan dengan hati.

Berbuat baik bukan untuk mencari pamrih dan pujian manusia. So, agar terhindar dari dua hal itu, lakukanlah dengan hati. Kompasianer, maukah kalian berbuat baik dengan hati?

**     

Paris van Java, 22 Januari 2018

Tulisan cantik dari hati yang cantik yang masih terasa sedikit sakit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun