Angan Fonny kembali merangkai sepotong kenangan. Sementara sepasang mata sipitnya terhujam pada sosok Calvin dan Silvi yang tengah berpelukan, ia mulai memutar ulang kenangannya.
"Kukira kamu masih marah padaku, Silvi." Calvin berujar lembut, mencium kening dan pipi istri cantiknya.
"Aku bukan marah, tapi lelah menghadapimu." Silvi berbisik, melingkarkan lengannya di pinggang Calvin.
Satu tangan Calvin mendarat mulus di kepala Silvi. Dibelainya rambut panjang wanita itu.
"Sorry..."
"No problem. Aku hanya minta, jangan mengulanginya lagi."
"Bagaimana bila kuulang?"
Sejurus kemudian, Calvin menempelkan keningnya di kening Silvi. Jarak mereka begitu dekat. Mata Silvi membulat ketakutan.
"No way...kumohon jangan ulangi lagi. Jangan peluk wanita mana pun lagi selain aku, dan jangan gugat cerai lagi."
Mendengar itu, Fonny merasakan hatinya tertusuk. Sesaat ia merasa dirinya tak diperlukan lagi. Pelan-pelan ia balik kanan, lalu berjalan pelan menuju pintu. Berharap tak ada yang memperhatikan. Hampir saja tangannya menekan handel pintu, saat didengarnya suara Silvi memanggilnya lembut.
"Fonny, terima kasih ya. Terima kasih sudah membantuku."