"Calvin, ini apa?"
Perlahan-lahan, wanita cantik berwajah oriental dan bermata sipit itu mengangkat sebuah buku. Buku itu terbuka di halaman tertentu. Noda darah terlihat di tengah halaman buku.
"Itu...buku yang dibacakan untuk istri saya." jawab Calvin perlahan.
Si wanita yang wajahnya sangat mirip Calvin itu mengangkat alis. "Istrimu? Kamu sendiri yang membacakannya untuk dia?"
"Iya. Sudah saya rekam. Sudah saya e-mailkan rekamannya. Semoga dia senang mendengarnya."
Air mata merebak di mata sipitnya. Wanita berkardigan hitam itu terharu. Meraih tissue, lalu mengusap wajahnya.
"Silvi beruntung. Harusnya dia bersyukur memilikimu, Calvin." isak si wanita.
"Akulah yang beruntung memilikinya." Calvin mengoreksi dengan lembut, tersenyum tipis saat mengingat Silvi.
Wanita di masa lalu Calvin itu masih terisak. Bahunya berguncang hebat. Sementara air matanya mengalir turun. Membasahi ujung hidung, pipi, dan sebagian anak rambut yang jatuh membingkai pipinya.
"Tak seharusnya Silvi menyia-nyiakanmu,"
"Dia tak pernah menyia-nyiakan saya, Fonny. Sayalah yang salah. Saya yang membawanya turut menderita bersama saya."