Berharap Silvi akan terkesan? Tidak. Ia masih marah dan kecewa. Calvin sudah terlalu sering membuatnya kecewa. Kalaupun saat ini ia mendongeng untuk Syahrena, bukan hal mengesankan bagi Silvi. Calvin melakukannya hanya ingin menebus rasa bersalah. Skeptis, bukan negatif.
Setengah jam kemudian, Syahrena tertidur. Calvin menyelimuti Syahrena. Silvi buru-buru bangkit dari ranjang, ingin segera kembali ke kamarnya sendiri.
"Silvi, where are you going?" tanya Calvin perlahan.
"Tunggu dulu, Silvi. Kamu masih marah?"
Dua pertanyaan itu enggan dijawabnya. Calvin menyusulnya, memegang lengan wanita itu lembut.
"Sorry..." bisik Calvin.
Bukannya menjawab, Silvi melepaskan tangan Calvin dengan marah. Berjalan cepat menuju pintu. Calvin melangkah menjajarinya, menatapnya penuh permohonan.
"Silvi...bukankah kita sudah sepakat untuk tidak bercerai demi Syahrena? Kasihan Syahrena." Nada suara Calvin terdengar lembut membujuk.
"Ya, kita sudah berjanji! Tapi janji itu bukan berarti membuatku mudah memaafkanmu!" Silvi menaikkan nada suaranya.
Sadar bila mereka berada di tempat yang salah, Calvin membawa Silvi meninggalkan kamar Syahrena. Berjalan turun ke lantai bawah. Melewati ruang depan, lalu berhenti di taman belakang. Ia mendudukkan Silvi di ayunan. Tak peduli pada dinginnya malam. Tak peduli pada deru angin yang menggigiti pergelangan tangan dan tubuh mereka.
"Maaf, Sayang. Tak seharusnya kita bertengkar di kamar Syahrena. Bahaya jika dia mendengarnya." kata Calvin, meminta pengertian istrinya.