Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Special] Mata Pengganti, Pembuka Hati, "Guilty Feeling"

6 Januari 2018   05:57 Diperbarui: 6 Januari 2018   08:13 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak awal, ia memang tak pernah sejalan dengan Silvi. Selalu saja ada sekat, ada hal yang membuat Silvi kecewa darinya. Mungkin saja Silvi menaruh ekspektasi lebih besar tentang dirinya, tentang sosoknya, tentang pribadinya. Calvin akui, ia bukan kakak yang baik untuk Silvi. Ia tidak bisa membuat Silvi bahagia. Yang dilakukannya hanya membuat gadis itu kecewa.

Sadar diri, Calvin tak sempurna. Bahkan teman-teman Silvi membullynya karena itu. Sepertinya, teman-teman Silvi tak rela bila Calvin masuk terlalu jauh dalam kehidupan wanita spesial macam Silvi. Sudah banyak orang-orang yang mengaku mengagumi serta menyayangi Silvi menelusuri segala sesuatu tentang Calvin Wan. Hasilnya, mereka tak suka. Mereka tak menyukai Calvin.

Sebuah risiko. Makin dalam Calvin menundukkan wajahnya. Bukan hanya sekadar dicurigai, melainkan sudah naik level menjadi tidak disukai. Calvin sadar itu, sadar sesadar-sadarnya.

Tetesan hujan berubah menjadi merah pekat. Merah, sewarna darah. Tidak, ini bukan tetes hujan. Melainkan tetes darah yang terjatuh dari hidungnya.

"Astaga...Pak Calvin baik-baik saja?"

Beberapa dokter dan perawat mengelilinginya. Berseru cemas, cepat-cepat memapahnya masuk ke dalam rumah sakit. Ada yang mengambilkan brankar.

Terbaring lagi di ranjang rumah sakit. Calvin menatap hampa langit-langit putih, berdoa pada Allah agar sakit ini diangkat dari tubuhnya. Agar sakit yang sama diangkat dari kedalaman hatinya.

Seorang suster memasangkan selang oksigen. Lalu mendorong tempat tidurnya ke ruang kemoterapi. Sepanjang perjalanan menuju ruangan kemo, Calvin berdoa. Membayangkan wajah orang-orang yang dicintainya. Orang tua kandungnya, Nyonya Roselina, Tuan Effendi, dan Silvi. Ya Allah, biarlah ia sendiri yang merasakan duka ini. Tak mengapa, sungguh tak mengapa. Asalkan orang-orang yang ia cintai tetap tenang dan bahagia.

"Laa illaha illa anta...subhanaka...inni kuntu minnadzalimin." Calvin berdoa setiba di dalam ruang kemoterapi. Doa Nabi Yunus saat terjebak di perut ikan. Kata Rasulullah, bagus sekali membaca doa itu saat ada persoalan.

Mata Calvin terpejam. Sakit, sakit sekali. Darahnya sudah tercampur dengan zat-zat kimia. Kejamnya kemoterapi, membuat pasien kanker yang menjalaninya merasakan kesakitan hebat yang sulit terlukiskan. Sakitnya tubuh Calvin tak sebanding dengan sakit di hatinya dan guilty feeling yang menjajah jiwa.

**     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun