Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Special] Mata Pengganti, Pembuka Hati, "Guilty Feeling"

6 Januari 2018   05:57 Diperbarui: 6 Januari 2018   08:13 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Orangnya biasa banget. Bisa nyanyi nggak, main piano juga nggak. Dingin iya. Pengurus OSIS juga bukan. Pintar? Yah...mungkin itu, dia pintar. Itu satu-satunya kelebihannya."

Hati Silvi tertusuk mendengar kakak barunya direndahkan. Meski Calvin dingin padanya, meski Calvin seakan tak peduli, namun Silvi sangat peduli dan menyayanginya. Apa pun yang terjadi.

"He's charming and adorable. Charming dan adorablenya dimana coba?" Shilla menirukan kata-kata Silvi sebelumnya.

Si gadis mata biru tak menyahut. Enggan melayani komentar teman-temannya. Ia tak suka Calvin dibully. Banyak teman Silvi yang tidak menyukai Calvin. Menurut mereka, Calvin tidak pantas menjadi saudara Silvi. Silvi layak mendapat yang lebih baik.

Tepat pada saat itu, Calvin melangkah melewati mereka. Silvi buru-buru bangkit, mengejar kakak super tampannya itu.

"Calvin, tunggu!"

Dipanggil adiknya sendiri, Calvin tak menyahut. Tak menoleh. Terus melanjutkan langkah. Silvi bergegas mengejarnya.

"This is for you...dari adikmu yang cantik." ucap Silvi seraya mengulurkan dua batang coklat.

Dua batang coklat itu terlihat sangat lezat. Seharusnya Calvin mengambilnya dan berterima kasih. Namun, apa yang terjadi? Calvin justru menepis kasar coklat di tangan Silvi. Alhasil coklat itu terjatuh.

Tetap sabar, Silvi memungutnya. Sudah dua bulan ini ia terus berusaha mendekati Calvin. Makin dingin sikap Calvin, makin bertambah rasa penasarannya. Silvi menemani Calvin seharian. Bercerita apa saja, bernyanyi, memuji tulisannya, mendongeng, membawakan makanan kesukaannya, mengajaknya jalan-jalan, menawarinya nonton film terbaru, membujuknya bersepeda keliling kompleks rumah mereka, memberikan buku favoritnya, memintanya mengajari mata pelajaran yang sulit, semuanya, semuanya. Apa pun telah Silvi lakukan. Segala bentuk perlakuan negatif Calvin telah diterima Silvi. Mulai dari diabaikan sepanjang hari, didorong, diberi tatapan marah, dilempari tatapan dingin, ditinggalkan, dan ditampar. Calvin seolah menolak keberadaan Silvi. Ironis, sangat ironis. Tak tahukah Calvin bahwa Silvi sangat menyayanginya? Silvi lebih rela dibully teman-temannya dibanding harus kehilangan Calvin. Entah mengapa, sejak pertama kali bertatapan, Silvi sudah 'jatuh cinta' pada Calvin. Silvi menyayangi Calvin tanpa syarat, meskipun Calvin tak sesuai ekspektasinya. Meski Calvin terlalu sering membuatnya kecewa. Meski Calvin tak sesempurna yang dibayangkannya.

**      

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun