"Silvi itu...berbahaya."
Silvi menangis. Calvin memasang ekspresi serius, menatap mata birunya lurus-lurus. Sedetik kemudian ia tertawa, lalu mencubit gemas kedua pipi gadis cantik itu.
"Tapi istimewa."
Sayang sekali. Air mata terlanjur berhamburan deras dari mata Silvi. Sukses menebar kekagetan di hati Calvin.
"Jadi, aku berbahaya? Karena pernah dekat dengan calon rohaniwan yang tidak boleh menikah?" Silvi meninggikan suaranya, terisak tertahan.
"Tidak...tidak, bukan begitu. Silvi, aku hanya..."
"Bercanda? Jangan bawa masa lalu dalam candaan!"
Setengah berteriak, gadis blasteran Sunda-Inggris itu berlari meninggalkan taman. Hampir menabrak air mancur. Namun berhasil memulihkan keseimbangan dan ia terus berlari.
"Silvi! Tunggu!"
Maksud hati ingin mengejar. Rasa sakit menghalangi. Punggung dan perut bagian bawahnya terasa sakit. Seperti ditusuk ribuan jarum jahat. Cairan merah pekat itu mengaliri hidungnya, membasahi tuxedo hitamnya.
Langkah kakinya terasa begitu berat. Pria berwajah oriental itu tak dapat mengejar gadisnya. Gadis yang telah hadir dalam hidupnya selama setengah tahun terakhir. Si cantik yang rapuh namun sangat kesepian.