"Silvi Sayang, ingat nggak apa kata Ayah?"
"Ingat, Ayah. Kita harus jujur. Jangan ambil barang yang bukan milik kita."
"Pintar...nah, kalung itu kan bukan punya Silvi. Harus dikembalikan dong."
Aku mengangguk. Kupegang tangan Ayah Calvin erat. Aku sudah berhenti menangis.
"Aku nggak tahu siapa yang punya kalung itu, Ayah." ujarku sedih.
Ayah Calvin menggandeng tanganku. Diajaknya aku ke kamar. Dibukanya kotak berisi kalung.
"Sayang, di sini ada kartu namanya. Besok kita bisa kembalikan kalung ini." Ayah Calvin menunjukkan sebuah kartu nama yang tergeletak di dasar kotak.
"Oh iya...wah, Ayah hebat. Besok kita kembalikan kalungnya ya, Ayah." ucapku senang.
"Iya."
"Aku sayang Ayah Calvin Wan."
"Ayah juga sayang Silvi Maurinia."