Istrinya pasti akan kecewa. Meski sejumput kekecewaan itu takkan diperlihatkannya. Namun Calvin paham, seberapa besar kekecewaan istrinya. Sudah lama istri cantiknya itu menginginkan seorang anak. Sembilan tahun lamanya mereka hanya tinggal berdua di rumah yang begitu besar. Sunyi, sepi, hampa.
Teringat rumah besar di atas bukit itu, Calvin mempercepat langkah. Istrinya mungkin sudah pulang. Seperti kebiasaannya, ia akan melangkah memutari teras, cemas menunggu suaminya pulang dari rumah sakit. Calvin selalu melarang istri cantiknya menemaninya terapi. Semata demi menjaga perasaan wanita blasteran Indo-Jerman yang telah lama dinikahinya itu.
Baru saja ia buka pintu mobilnya, penanda notifikasi di ponselnya berbunyi. Tak salah lagi, Whatsapp dari pemilik contact bernama Calisa Karima.
"Sayang, gimana terapinya? Lancar kan? Dengarkan apa kata dokter ya. Love you."
Ini sebuah support. Ungkapan penyemangat dari hati yang tulus. Calvin terpaku, menatap nanar foto profil Calisa. Calisa yang cantik, anggun, dan baik hati. Tak sepantasnya Calisa bersama dirinya, pria lemah tak berguna yang divonis infertil. Pria tampan yang sukses secara materi, namun tak mampu memberikan kebahagiaan batin dengan hadirnya buah hati.
** Â Â Â
Calisa berdiri gelisah di puncak tangga yang menghubungkan teras dengan halaman depan rumahnya. Sebelah matanya melirik arloji tanpa henti. Sudah pukul enam lewat lima belas, tapi suami super tampannya tak datang juga. Gradasi merah keemasan di langit telah berganti menjadi biru gelap menuju hitam. Senja berganti malam tanpa terasa.
Sudah malam. Bagaimana hasil terapinya? Benak Calisa dipenuhi tanda tanya. Sudah ada progreskah?
Sebelum menikah, Calvin telah menjelaskan kondisinya pada Calisa. Divonis saat masih single, tragis sekali untuk pria Tionghoa itu. Calisa tak keberatan. Ia menerima dan mencintai Calvin apa adanya. Tetapi dimintanya Calvin untuk berobat. Calvin memenuhi permintaan Calisa.
Akhirnya mereka menikah. Lantaran kesibukan luar biasa setelah prosesi pernikahan dan honeymoon yang cukup panjang, Calvin terlupa. Ia mengingkari janjinya. Barulah enam bulan ke belakang dia mulai kembali pengobatannya. Bahkan Calvin begitu serius melawan penyakitnya sampai-sampai mengurangi kesibukannya di kantor. Sebagian besar urusan bisnis diserahkan pada bawahan-bawahannya. Demi membahagiakan Calisa.
Jeep Wrangler Rubicon itu melaju memasuki gerbang rumah yang dibiarkan terbuka. Kelegaan menghiasi wajah Calisa. Ia bergegas turun ke halaman, menyambut hangat suami super tampannya. Memberinya pelukan dan kecupan mesra saat pria nomor satu yang paling dicintainya itu turun dari mobil.