Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Saling Mencintai, Terlalu Cepatkah atau Sudah Terlambat?

3 Desember 2017   06:38 Diperbarui: 3 Desember 2017   08:32 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cinta adalah anugerah Tuhan. Cinta menjadi salah satu emosi dasar manusia. Jangan harap bisa menolak dan membantah perasaan cinta yang muncul dari dalam hati. Biar bagaimana pun, cinta tak dapat dicegah. Kita pun tak bisa memilih pada siapa kita jatuh cinta. Bukan diri kita yang memilih, tapi hatilah yang memilih.

Zick Rubin dalam teorinya, antara menyukai dan mencintai, menjelaskan bahwa di antara perasaan suka dan cinta itu didasari tiga hal. Antara lain perhatian, kasih sayang, dan keintiman. Teori lain dari Elaine Hatfield mengemukakan ada dua jenis cinta. Cinta karena kasih sayang, dan cinta karena gairah. 

Cinta karena kasih sayang didasari pada sikap saling menghargai, menghormati, keterikatan, dan kepercayaan. Cinta karena kasih sayang awalnya terbentuk dari dua orang yang menjalin kedekatan lalu saling mempercayai, memahami, dan menghargai. Sebaliknya, cinta karena gairah hanya berlandaskan emosi yang kuat dan gairah seksual. Cinta seperti ini hanya bertahan 6-30 bulan. Tak jarang cinta karena gairah berujung pada kebencian dan dendam.

Lain lagi dengan teori Robert Stemberg. Teorinya adalah segitiga cinta. Eits, jangan salah paham dulu. Teori segitiga cinta bukan berfokus pada tiga orang yang saling mencintai dan campur tangan pihak ketiga. Teori ini menjelaskan bahwa terbentuknya cinta didasari tiga unsur: intimasi, gairah, dan komitmen.

Dalam bukunya, The Colors of Love, John Lee memiliki teori tentang cinta yang disebut teori roda warna cinta. Menurut John Lee, ada tiga warna dalam cinta: Eros, Ludos, dan Storge. Ketiga warna ini dapat dikombinasikan. Kombinasi Eros dan Ludos menghasilkan Mania, atau cinta obsesif. Parma merupakan kombinasi Ludos dan Storge. Hasilnya cinta realistis. Kombinasi Eros dan Storge menghasilkan warna cinta yang mementingkan diri sendiri. Nama lainnya adalah Agape.

Nah, unik kan empat teori cinta itu? Bukan hanya teorinya. Dunia psikologi pun menyoroti enam dimensi cinta. Di antaranya dominasi cinta, komitmen, kepuasan cinta, konflik cinta, penyingkapan cinta, dan kelekatan cinta. Ada hal menarik dalam dominasi cinta. Ternyata dominasi cinta bukan hanya berorientasi pada perasaan ketergantungan dan mana yang lebih dalam perasaannya. Melainkan dominasi cinta dapat berfokus pada beberapa faktor. Seperti gaji lebih besar, daya tarik fisik lebih tinggi, jenjang pendidikan lebih tinggi, kekerasan, ancaman, jabatan yang lebih prestise, dll.

Begitulah ulasan teori dan dimensi cinta dalam psikologi. Back to focus. Saling mencintai sering kali terlambat disadari. Faktornya bermacam-macam. Gengsi mengakui perasaan, tak mau terbuka, enggan bersikap jujur pada diri sendiri, dan cinta terlarang. Bila dua orang saling mencintai namun ada situasi dan kondisi yang melarang mereka untuk saling mencintai, maka perasaan saling cinta itu tak dapat diungkapkan.

Rasa takut juga berperan penting saat dua orang yang saling mencintai terlambat menyadarinya. Takut cinta mereka bertepuk sebelah tangan, takut dikecewakan, dan takut terlalu cepat mengambil kesimpulan. Terlalu cepat tak baik, terlambat pun tak baik.

Bagaimana cara menghindari dua risiko itu? Ada tiga cara untuk menghindarinya.

Pertama, refleksi diri. Cobalah refleksikan perasaan dan hati kita. Jangan ragu untuk jujur pada diri kita sendiri. Tanyalah hati kita. Benarkah rasa ini adalah cinta? Jika cinta, adakah alasan kita untuk mencintai dia? Cinta yang tulus tak perlu alasan. Saaat refleksi diri, jangan pernah membohongi diri sendiri. Jujur saja, cukup ikuti kata hati.

Kedua, bicara dari hati ke hati. Inilah yang jarang dilakukan orang. Banyak orang gengsi untuk bicara dari hati ke hati. Entah mereka malu, bukan orang yang romantis, gengsi, atau segan melakukannya. Namun, jangan merasa segan dulu. Beranilah bicara dari hati ke hati. Terbukalah dengan diri sendiri dan orang yang kita cintai. Ungkapkan isi hati kita. Dengarkan curahan hati dia. Bukalah hati dan pikiran kita. Percayalah, bicara dari hati ke hati akan memperjelas keadaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun