Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Salahkah Hadirkan Tokoh yang Sempurna?

10 November 2017   06:00 Diperbarui: 10 November 2017   07:18 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Menulis cantik dulu boleh kan? Young Lady mau tebar pesona pagi ini. Bukan fiksi kok, tapi masih ada kaitannya dengan fiksi.

Berawal dari salah seorang teman yang nggak kalah cantiknya dari Young Lady. Sebut saja namanya Yasmin. Yasmin tiba-tiba menghampiri saya saat waktu senggang di antara kuliah pertama dan kedua. Yasmin dikenal baik dan supel di kelas saya. Anak orang kaya, tapi humble dan mau bergaul dengan siapa saja. Sejak semester 1, saya kenal baik dia. Saya dan Yasmin punya satu hobi yang sama: membaca. Terlebih genre favorit kami sama, yaitu romance. Klop kan?

Yasmin mengelus lembut lengan saya. Tersenyum, lalu mengatakan kalau dia sudah baca buku-buku saya. Dia juga mengikuti kisah Calvin Wan di Kompasiana. Oh my God, saya tak menyangka. Tapi excited juga pada akhirnya.

Saya tersenyum, menatapnya, dan mendengarkan semua perkataannya. Mula-mula dia membahas soal unsur cinta di dalam tulisan saya. Bahwa mencintai itu satu paket. Mencintai kelebihan, juga mencintai kekurangan. Menerima pertemuan dan perpisahan.

Sampai akhirnya, tetiba saja Yasmin menyinggung tentang tokoh Calvin Wan. Wow wow wow, ada apa ini? Pikir saya. Sambil tersenyum manis, si Yasmin bilang begini.

"Iya sih, tokoh Calvin Wan oke banget. Charming, super tampan, kaya-raya, baik hati, romantis, penyabar, lembut, walaupun tertutup. Tapi...buat aku, kesannya too good to be true ya? Bahkan terlalu sempurna."

Bila Yasmin tersenyum manis saat mengatakannya, saya cukup tersenyum cantik sambil mendengarkan kritikannya. Orang sukses pastinya mau menerima kritikan. Okey fine, kritikan Yasmin saya terima.

Yasmin mengkritik tokoh Calvin Wan, saya hanya menyimaknya. Membiarkan dia berpendapat. Menghargai pendapatnya. Unfortunately, pemikiran saya berbeda dengan Yasmin. Namun tidak saya ungkapkan. Saya bermain anggun saja. Lempar senyum cantik, say thanks dengan lembut, dan tetap santun plus anggun. Heran saya, kenapa banyak orang bersikap manis pada saya? Seperti si Yasmin ini. Efek positif dari tebar pesona kali ya. Ups...sebenarnya saya nulis apa sih dari tadi? Lebih banyak narsis dan tebar pesonanya dari pada pemikirannya. Maafkan Young Lady ya.

Ingat tokoh Calvin Wan membuat saya tiba-tiba ingin menyanyikan lagunya Maudy Ayunda yang judulnya Sekali Lagi dan lagu Nostalgianya Calvin Jeremy. Yasmin tak tahu dari mana asal terciptanya karakter Calvin Wan itu. Seperti sudah saya katakan di salah satu tulisan sebelumnya, saya selalu terinspirasi dari tokoh-tokoh nyata di sekitar kehidupan saya saat menulis fiksi. Kisah-kisah yang saya tulis pun bukan kisah biasa. 

Melainkan kisah nyata yang saya abadikan dalam karya fiksi. Kebanyakan cerita klien-klien hypnotherapy saya, orang-orang terdekat, dan apa yang pernah saya alami sendiri. Figur yang saya pilih untuk dijadikan tokoh-tokoh utama pun tidak sembarangan. Saya selektif. Kalau saya nilai cantik/tampan, ya artinya mereka benar-benar rupawan. Entah itu secara fisik maupun dari kedalaman hatinya. Sebelum dijadikan tokoh utama, saya lihat dulu track recordnya. Saya tidak mau memilih orang yang salah.

Karakter Calvin Wan yang saya hadirkan di panggung Kompasiana selama beberapa bulan terakhir terinspirasi dari salah satu Kompasianer idola saya di sini. Dari penilaian saya, Kompasianer ini masuk kategori charming dan baik hati. Sosoknya membuat saya kaget di pandangan pertama, namun terpesona di pandangan kedua dan seterusnya. Saya jadi ingin tertawa karena ingat ekspresi pertama saya saat kali pertama memandangnya. Selain itu, saya terinspirasi pula dari salah satu penyanyi favorit saya. So, hadirlah tokoh Calvin Wan.

Sebenarnya, bisa saja saya membela diri di depan Yasmin. Mendebat kritikannya dengan argumen yang saya miliki. Jika diperhatikan lagi, karakter yang saya ciptakan tidak benar-benar sempurna. Kenapa? Okey dia memang kaya, super tampan, brilian, jiwa sosialnya tinggi, dan kesan perfect lainnya. Tapi...dalam setiap kisah selalu sakit kan? Selalu diuji berbagai kesedihan dan kehilangan kan? Dimana sempurnanya coba? Sosok pria yang punya segalanya, tapi penyakitan. Hello Dear, itukah yang disebut sempurna? Tidak, tetap ada kekurangannya.

Soal mengangkat penyakit dalam karya fiksi di Kompasiana maupun di buku-buku saya pun sudah menjadi style yang coba saya bangun sendiri. Silakan saja saya dinilai tidak kreatif, membosankan, dan terlalu sering menulis soal penyakit atau medis dalam cerita-cerita saya. Jika mau berpikir lebih luas sedikit saja, Kompasianer akan tahu kalau saya bukannya tidak kreatif. Tapi, inilah pola saya. Inilah style yang saya sukai. Saya punya pola sendiri, saya ingin tetap jadi diri sendiri. Tebar pesona dengan pola yang saya suka. Simple saja.

Kritikan Yasmin tidak akan menggoyahkan prinsip dan pola saya. Inilah saya, dengan pola dan tipe tulisan cantik yang senang gaya dan tebar pesona. Mau kritik dan protes, silakan saja. Kritik saya dengarkan, namun jangan harap saya akan mengubah pola dan prinsip saya.

Sudah pernah dibahas di tulisan sebelumnya, saya suka melakukan personal branding terhadap satu tokoh utama tertentu. Caranya, menulis berulang dengan tokoh utama yang tidak berubah. Jenuh? Sama sekali tidak. Saya menikmatinya. Personal branding ini saya lakukan untuk menghadirkan tokoh idola di panggung Kompasiana.

Tokoh idola inilah yang mungkin dianggap terlalu sempurna oleh Yasmin. Pertanyaan saya adalah, salahkah menghadirkan tokoh yang sempurna? Menurut saya tidak salah. Dalam novel-novel romance atau fiksi young adult, tokoh-tokohnyapun digambarkan sempurna. Lihat saja Raga dalam Novel Red, Haris Risjat dalam Antologi Rasa, Beno Wicaksono dalam Divortiare dan Twivortiare, Edward Cullen dalam Twilight, Tatsuya dalam Autumn in Paris, Danny Jo dalam Spring in London, atau Ervin Daniswara dalam Miss Pesimis. Nah, yang terakhir ini favorit saya. Saya ngefans berat dengan tokoh Ervin ini. Si Ervin mengingatkan saya pada Calvin Wan. Cool and charming!

Young Lady yang cantik jatuh hati dengan tokoh Calvin Wan. Itu benar. So what? Tokoh-tokoh sempurna macam itu akan membuat penulis dan pembacanya jatuh hati. Kesempurnaan fisik dan sifat mereka sangat menarik. Ada yang bilang ketidaksempurnaan akan menjadi daya tarik. Sama halnya seperti bad boys yang jauh lebih menarik dari good boys. Dalam pandangan saya tidak begitu. Kesempurnaan justru menarik sekali. Sama halnya seperti saya yang tidak pernah menyukai bad boys. Saya lebih pilih good boys, nice guy, or Prince Charming dibanding bad boys. Kira-kira begitu prinsip saya.

Semuanya kembali lagi ke tangan Kompasianer dan pembaca saya lainnya. Tidak bisa dipaksakan, soal ketertarikan itu selera. Menyukai atau tidak menyukai itu pilihan. Satu hal yang pasti: kehadiran tokoh-tokoh sempurna ini identik dengan novel populer. Saya pikir, novel bercorak "sastra serius" tidak akan menghadirkan tokoh-tokoh yang sempurna. Itulah sebabnya saya tidak begitu menyukai tokoh-tokoh yang dihadirkan dalam novel serius. Namun bukan berarti tak suka plotnya. Hanya kurang "jatuh hati" dan "terpesona" saja dengan karakter-karakternya.

Kompasianer, bagaimana pendapat kalian soal tokoh yang sempurna?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun