"Aku punya hak untuk melarangmu! Karena aku adikmu!"
Keduanya beradu pandang. Saat itulah terlihat kontradiksi di antara mereka. Adica yang tegap, tangguh, tegas, dan fit. Calvin yang charming, rupawan, namun rapuh dan terluka. Meski tampan, wajah Calvin sangat pucat. Tubuhnya tak sesehat dulu. Ada lingkaran hitam di sekeliling matanya, menandakan keletihan berat.
"Calvin, kamu tidak boleh hancur." Adica menurunkan nada suaranya satu oktaf. "Kamu harus kuat. Tunjukkan pada almarhum Mama dan anakmu, kalau kamu bisa bangkit setelah mereka meninggal."
"Mereka belum meninggal!" Di luar dugaan, Calvin berteriak. Menyentakkan tangan Adica hingga terlepas.
"Mereka sudah meninggal! Kamu harus sadar itu!" Adica balas meneriaki kakaknya.
Tak tahukah Adica jika kondisi psikologis kakaknya tengah down? Ditinggal ibu dan anak perempuan sama sekali bukan perkara mudah bagi Calvin. Kehilangan bertubi-tubi, kepedihan, luka, hidup sendiri tanpa menikah, dan tak menemukan orang yang dipercaya membuat keseluruhan hidupnya begitu kelam serta menyedihkan. Calvin membenci hidupnya, sangat benci. Bahkan sering kali ia ingin menjadi orang lain agar tak perlu merasakan perihnya hidup seperti ini.
Bukan sekali ini Calvin berniat bunuh diri. Berulang kali ia mencoba, selalu saja gagal. Lagi-lagi penyebab utamanya adalah Adica. Adik semata wayangnya itu selalu datang di saat yang tepat.
"Calvin, dengar ya! Kalau kamu begini terus, bagaimana kamu akan memimpin perusahaan keluarga?! Jaringan perhotelan yang dibangun keluarga kita membutuhkan penerus! Dirimu calon penerusnya!" Adica masih meninggikan volume suaranya.
"Aku sudah tidak sanggup lagi mengurus perusahaan! Mulai hari ini, aku mengundurkan diri!"
Mendengar itu, Adica terperangah. Calvin tak pernah main-main dengan ucapannya. Bila ia katakan mengundurkan diri, maka ia benar-benar mengundurkan diri dan takkan kembali bekerja di sana. Sesaat lamanya Adica dikuasai penyesalan. Seharusnya ia tak usah terburu-buru menyinggung soal perusahaan. Akibatnya fatal.
"Calvin, maaf. Aku tidak bermaksud..." kata Adica terbata, menyesali kekeliruannya.