Ini bahasa cinta mereka. Silvi mengungkapkannya dengan hati.
"Just a normal day. Nothing to tell."
Kedua mata Silvi melebar tak percaya. "Are you sure? Memangnya tidak ada kejadian menarik hari ini? Macet atau perbedaan pendapat dengan Papa Halim di kantor?"
"Tidak, Silvi."
Di beranda, Adica tersenyum sinis. Jengkel bercampur senang melihat kakaknya kembali dengan selamat. Susah payah ia menahan Syahrena agar tidak menghampiri Calvin. Ia ingin membiarkan Calvin berdua saja dengan Silvi. Adica menyimpan rapat persediaan kata-kata tajamnya untuk Calvin. Akan ia tumpahkan nanti.
"Syukurlah. Tapi, biasanya kamu lebih lembut saat berbeda pendapat dengan Papamu kan?"
"Iya. Forget about it. And you? How is your day, My Lovely Silvi?" tanya Calvin lembut.
"A good day. Calisa mengontakku lagi. Kemarin ada beberapa koleksi baju yang dikirimkan. Belum sempat kudisplay di butik. Aku menunggumu." jelas Silvi.
"Sorry...kamu perlu bantuanku ya? Maaf sekali, Silvi. Akhir-akhir ini aku sangat sibuk. Tapi aku janji, aku akan selalu ada untukmu setelah semua pekerjaan selesai. Aku akan segera ambil cuti panjang." janji Calvin.
"No problem."
Sejurus kemudian, Calvin menggandeng tangan Silvi. Keduanya melangkah ke kebun kecil berisi hamparan bunga lily putih di halaman belakang. Silvi menyukai lily putih. Memahami kesukaan istrinya, Calvin membantu Silvi merawat bunga-bunganya. Ia tak segan ikut menyirami dan memberi pupuk. Apa pun Calvin lakukan untuk membantu dan menyenangkan hati Silvi. Bukan hanya merawat bunga lily. Calvin membantu Silvi mengelola butiknya, mengajarkan modeling, membacakan buku untuk Silvi, dan masih banyak hal lainnya yang ia lakukan. Semua demi kebahagiaan dan kenyamanan Silvi.