Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Waktu dan Kesetiaan, Tak Dapat Tergantikan

26 Agustus 2017   06:11 Diperbarui: 26 Agustus 2017   23:12 1668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kesetiaan dan konsistensi begitu berharga. Di zaman sekarang ini, sangat sulit mencari orang yang benar-benar setia dan konsisten. Kesetiaan itu luas maknanya. Setia pada perusahaan, keluarga, pasangan, teman, sahabat, dan almamater. Bentuk kesetiaan pun bermacam-macam. Ada banyak cara untuk menunjukkan kesetiaan.

Dua tahun lalu, saya berdoa. Doanya simple saja: agar bisa kuliah di kota yang sama. Mengapa saya ingin tetap kuliah di kota bunga? Sebab saya masih ingin berkontribusi untuk almamater tercinta. Saya cinta almamater dan organisasi-organisasi di dalamnya. Bila saya kuliah di kota atau negara yang berbeda, sulit untuk membuktikan cinta dan kontribusi pada almamater. Jarak dan waktu menjadi hambatan. Mungkin doa dan harapan saya terdengar aneh. Terserah saja saya mau dianggap bodoh atau tidak ingin maju. Tapi ini pilihan saya. Saya punya alasan untuk tetap melanjutkan studi di sini.

Sejak awal, saya sudah jatuh cinta pada almamater. Terlebih saat saya mulai terjun di organisasi pemerintahan sekolah atau republiknya siswa yang disebut OSIS. Semakin besar kecintaan saya pada almamater saat saya dipercaya memimpin sebuah grup musik. Di sana, saya merasa dihargai, dicintai, dan disayangi. Jika ada yang memberikan kita sebuah amanah untuk memimpin kelompok/organisasi, maka kita telah dipercaya dan dihargai. Saya tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu. Di almamater itulah saya merasa paling nyaman dan bahagia. Hati saya ada di sana. So, saya ingin setia, konsisten, dan berkontribusi pada almamater.

Bagi pribadi yang sulit jatuh cinta, sekali ia jatuh cinta, maka ia akan benar-benar jatuh dan mencinta. Jenis jatuh cintanya tak hanya cinta pada kekasih atau lawan jenis. Cinta pada almamater termasuk di dalamnya.

Finally, doa saya terkabul. Saya tetap kuliah di sini. Tidak jauh dari almamater saya. Saya tetap di sini, dan bisa berkontribusi, walaupun kecil, untuk almamater tercinta. Niat yang baik pasti akan dipermudah dan dibukakan jalannya.

Adik-adik kelas yang kini memegang kendali atas organisasi di sekolah mengundang para alumni dalam acara Latihan Kepemimpinan OSIS (LKO) dan Latihan Kepemimpinan MPK (LKMPK). Ini acara rutin tiap tahun. Dalam rangka regenerasi dan serah terima jabatan untuk pengurus baru untuk periode satu tahun. Kebetulan saya free pada waktu yang tertera di undangan itu. Praktis saya bisa datang. Namun bila dipikir-pikir lagi, saya akan tetap datang meski ada agenda lain. Lebih baik saya batalkan yang lain dibanding harus mengecewakan almamater. Apakah saya berlebihan? Apakah saya fanatik? Apakah cinta saya terlalu besar dan saya mau saja dimanfaatkan? Biar pembaca sendiri yang menilainya. Yang pasti, saya senang melakukannya.

LKO dan LKMPK berjalan lancar. Meski diwarnai sedikit kejadian tak menyenangkan saat ada adik kelas calon pengurus organisasi yang ketahuan tertidur dalam sesi pematerian. Belum lagi ada satu adik kelas yang kelihatan paling aneh di antara teman-temannya.

Satu hal yang membuat saya bangga dan kagum. Tahun ini, MPK dipimpin oleh anak yang luar biasa. Dikatakan luar biasa karena pemuda satu ini mempunyai semangat hidup yang tinggi. Penyakit jantung yang dideritanya tak membuat pemuda itu kehilangan semangat berorganisasi. Ia justru menunjukkan loyalitas dan dedikasi tinggi. Saya salut padanya. Dia bisa menjadi inspirasi untuk teman-temannya. Terbukti, penyakit tidak mematahkan niat baik, kesetiaan, konsistensi, dan kecintaan pada almamater serta organisasi. Yang sakit saja bisa, apa lagi yang masih sehat.

Saat LKO dan LKMPK, ada tradisi yang takkan pernah dihilangkan dan dilupakan: candle light dinner. Ya, kami punya tradisi candle light dinner. Seluruh lampu dimatikan. Sebagai gantinya, diletakkan lilin di atas meja-meja. Satu meja diisi dua orang. Biasanya, aturannya satu meja untuk satu calon pengurus laki-laki dan satu calon pengurus perempuan. Mereka berpasangan, lalu makan bersama. Saat makan, mereka dianjurkan untuk saling bicara. Mengungkapkan kesan tentang LKO dan LKMPK pada pasangannya sambil mengenali kepribadian pasangannya. Romantis, kan?

Eits, romantis bukan bermaksud untuk saling menumbuhkan cinta ya. Justru kami dilarang berpacaran oleh beberapa kakak kelas. Telah terbentuk semacam komitmen yang tidak membolehkan sesama pengurus berelasi sebagai pasangan kekasih. Bila organisasi sudah dikaitkan dengan cinta, dikhawatirkan akan mengganggu kinerja. Alhasil, kami hanya berteman dan bersahabat. Meski sangat dekat. Tak ada cinta yang melebihi cinta sebagai sahabat.

Ternyata mudah untuk mencintai dan menyayangi orang yang memiliki kesamaan dengan kita. Saya mengakui hal itu. Orang-orang yang memiliki kesamaan lebih mudah untuk saling mencintai dan menyayangi. Baik itu kesamaan fisik, passion, bakat, ras, budaya, dan agama. Saya dan teman-teman terbaik yang pernah saya miliki mempunyai banyak kesamaan. Alhasil, kami bisa berteman baik sampai saat ini. Kami merasa klik satu sama lain.

Kami berpelukan erat saat kembali bertemu. Bahagia sekali bisa bertemu dan berkumpul lagi. Di ruangan yang sama pula, tempat kami biasa rapat waktu itu. Rasanya terjebak nostalgia.

Puas berpelukan, kami mulai bertukar cerita. Mereka bertanya tentang novel yang baru saya selesaikan. Saya menceritakannya, hasilnya saya malah dihadiahi tepuk tangan oleh mereka. Saya benar-benar bahagia ada di dekat mereka. Teman-teman saya pun menceritakan aktivitas dan prestasi. Ada yang baru saja melakukan student exchange ke Korea. Ada pula yang Indeks Prestasinya sangat bagus. Salah seorang teman sedikit bercerita tentang bisnis cafe yang baru dijalankannya. Kami antusias mendengarkan tiap keberhasilan dan target yang telah tercapai. Saya bangga memiliki mereka. Saya bangga bisa menjadi bagian dari mereka. Anak-anak muda rupawan, berprestasi, cerdas, setia, dan konsisten. Paket lengkap dan loveable.

Kemudian salah seorang adik kelas datang. Ia menceritakan jalannya perpolitikan di sekolah ini. Tentang kepala sekolah baru yang cukup baik, tentang para guru pembina OSIS, dan problem-problem internal yang terjadi. Kami bertanya banyak hal padanya. Termasuk bertanya siapa finalis yang mewakili pemilihan duta wisata tahun ini. Jawabannya sangat menggembirakan: ternyata finalis yang mewakili pemilihan duta pengurus OSIS dan MPK juga. Betapa bangganya kami. Berarti, kami punya penerus. Alumni duta tak hanya kami. Adik kelas dari angkatan di bawah kami pun meneruskannya. Banyak dari kami pernah mengikuti pemilihan itu. Praktis, kami masih hafal bagaimana sikap seorang duta yang baik. Walau kami tertawa dan bercanda, namun kami tetap duduk dan bergerak dengan cara yang anggun. Penampilan pun sangat diperhatikan. Bukan pencitraan atau tebar pesona. Hanya sekedar menerapkan contoh yang baik.

Selesai dengan urusan LKO dan LKMPK, kami mulai bercerita sesuatu yang lebih serius. Kami menjaga privasi. Maka kami memilih ruangan terpisah. Duduk bersisian di karpet yang tebal dan hangat, kami mulai saling membuka diri. Awalnya, teman saya yang memulai. Saya hanya menjadi pendengar. Dia bercerita tentang masalah-masalah yang dihadapinya. Sulitnya memimpin sebuah organisasi. Saya mengerti perasaannya. Memang tak mudah untuk memimpin. Selalu saja jiwa kepemimpinan kita diuji. Semakin tinggi posisi seseorang, semakin sedikit orang yang bisa diajak diskusi dengan terbuka. Makin sedikit orang yang dapat dipercaya. Saya tatap wajah cantiknya. Masih terlihat gurat kekecewaan dan kelelahan di sana. Tapi dia gadis yang tegar dan dewasa. Jiwa kepemimpinan diimbangi dengan sifat tangguh dan kecantikan wajah. Bangga pada teman baik saya yang satu ini.

Ia juga bercerita tentang kekasihnya. Saya kenal siapa kekasihnya. Pemuda tampan yang satu almamater dengan kami. Dulunya, ia ketua ekskul. Namun pemuda ini tergolong bad boy. Bad boy dan good girl. Sebuah kisah klise, pikir saya. Sebenarnya, saya dan teman-teman lain tak setuju pada pilihannya. Teman kami yang cantik itu layak mendapat pasangan yang lebih baik. Hal ini sudah sering terjadi. Teman-teman saya yang masuk kategori nice guy, prince charming, good girl, princess, miss perfect, dan semacamnya, justru punya pasangan kekasih yang berkebalikan dengan mereka. Tipenya biasanya bad boy atau bad girl. Saya sendiri tak habis pikir kenapa mereka memilih tipe semacam itu. Kalau saya jadi mereka, saya lebih memilih good boy. Saya akan berpikir ratusan kali sebelum memutuskan bersama bad boy. Terlalu berat risikonya. Belum tentu cocok juga.

Saya mencoba menasihati dia. Agar dia memikirkan ulang lagi pilihannya. Jika hubungan mereka masih sehat dan saling cinta, tidak apa-apa. Lanjutkan saja. Namun bila sudah tak sehat dan hanya bertahan karena status, lebih baik akhiri saja. Saya meminta dia memikirkan baik-baik perasaannya. Dia mendengarkan saran saya dan menurutinya.

Tanpa terduga, teman-teman saya jauh lebih kritis dan cerdas. Mereka ternyata memperhatikan saya dari jauh. Mereka mengikuti tulisan-tulisan saya. Mereka tahu aktivitas dan target saya. Benteng pertahanan saya runtuh. Saya yang awalnya enggan membuka diri, mulai bercerita sedikit demi sedikit. Tentang apa yang telah terjadi sampai saat ini. Tentang patah hati, kontrol perasaan, penyiapan mental, dan tanda tanya yang masih memenuhi hati saya hingga detik ini. Saya ceritakan dengan jujur dan apa adanya. Sia-sia saja bersembunyi dari mereka. Toh mereka sudah tahu lebih dulu. Mudah bagi mereka untuk mengetahui semua yang telah terjadi.

Kebersamaan itu benar-benar saya nikmati. Kemarin adalah hari yang sempurna. Saya berada kembali di lingkungan yang membuat nyaman. Saya ada di dekat orang-orang yang klop dan sejalan dengan saya. Hati dan perasaan saya begitu hangat. Sayangnya, saya hanya bisa bersama mereka selama dua jam. Saya sudah janji dengan Mama saya.

Saat menikmati menu di resto favorit kami, saya sedikit membuka diri. Menceritakan prestasi dan keberhasilan teman-teman terbaik yang pernah saya miliki dan sayangi. Mama saya kenal baik semua teman saya. Sekali lagi saya bangga. Sewaktu masih sekolah, mereka anak-anak yang pintar dan membanggakan. Kini setelah mereka menjadi mahasiswa, mereka pun sukses dengan karier dan studinya masing-masing. Saya selalu mendoakan kesuksesan, kesehatan, dan kebahagiaan mereka.

Selain kesetiaan, ada satu lagi poin berharga yang dapat direfleksikan dari kejadian kemarin: waktu tak dapat terganti. Waktu tak dapat diputar ulang, apa lagi dibeli. Cobalah berhenti sejenak dari kesibukan dan luangkan waktu untuk orang-orang terdekat. Beri mereka kesempatan untuk bertemu kita. Berikan ruang untuk saling bicara dari hati ke hati.

Kemajuan teknologi mempermudah kita untuk berkomunikasi. Akan tetapi, pesatnya kemajuan teknologi tidak dapat menggantikan waktu dan momen kebersamaan secara nyata. Berinteraksi secara langsung, tanpa perantara aplikasi sosial media, jauh lebih dalam esensinya. Berbicara, berkontak fisik, bertukar cerita, saling memotivasi, adalah bentuk nyata dari kebersamaan. Waktu tak dapat ditukar dengan materi. Sering kali terjadi kasus keretakan suatu hubungan hanya karena kurangnya waktu.

So, luangkanlah waktu selagi masih sempat. Berikan perhatian untuk orang lain. Jangan ragu untuk menyapa lebih dulu, bicara lebih dulu, atau bberbagi lebih dulu. Kebaikan akan datang jika kita berani memulai.

Perhatian tak harus dalam bentuk besar. Cukup perhatian kecil tapi berarti, itu sudah cukup. Sekedar menanyakan keadaan atau memberi support saat ada masalah? Itu pun tergolong bentuk perhatian.

Saat ada teman yang mengontak kita, mencoba berkomunikasi dengan kita, bukan karena ia kurang kerjaan atau bermaksud negatif. Justru karena ia selalu mengingat kita. Selalu mempedulikan kita.

Mereka yang tulus, setia, dan konsisten takkan ragu mengontak orang-orang terdekatnya sesibuk apa pun dirinya. Kesibukan tidak menghalangi seseorang untuk menyisihkan sedikit saja waktu demi orang lain yang dicintai.

Waktu tak dapat tergantikan. Jangan pernah sia-siakan kesempatan dan waktu yang ada. Kompasianer, siapkah untuk memberi waktu dan kesetiaan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun