Apa yang ia takutkan terjadi. Perlahan tapi pasti, Dokter Yunus merebut Nyonya Lola darinya.
Calvin kehilangan cinta Nyonya Lola. Namun ia tetap bersabar. Kesepiannya ia coba hilangkan dengan memperbanyak kegiatan sosial. Menyantuni anak yatim-piatu. Mendampingi anak pengidap AIDS. Menjadi orang tua asuh untuk beberapa anak disabilitas dari keluarga tak mampu. Pokoknya, segala kegiatan sosial yang berkaitan dengan anak-anak. Calvin memberikan waktu, uang, dan atensinya.
Menginjak bulan ketujuh pernikahan itu, Nyonya Lola positif hamil. Kebahagiaan besar untuknya dan Dokter Yunus. Calvin ikut bahagia. Itu artinya, ia akan punya adik baru. Mungkin kehadiran anak dapat membuat keluarganya lebih bahagia. Menyapu bersih kesedihan bertubi-tubi yang mereka alami selama ini.
Nyonya Lola sangat menjaga kandungannya. Terlebih usianya sudah tak muda lagi. Diperlukan kehati-hatian ekstra. Calvin dan Dokter Yunus selalu menjaga serta mencurahi Nyonya Lola dengan perhatian mereka. Biarlah Calvin mengesampingkan perasaannya sendiri asalkan Mama dan calon adiknya baik-baik saja.
Awalnya, semua berjalan lancar. Sampai akhirnya kandungan Nyonya Lola bermasalah di bulan ketujuh. Dokter Yunus menyalahkan istrinya. Menuduh istrinya tak serius dengan kehamilannya. Inilah yang disesalkan Calvin.
"Begitukah sikap seorang dokter? Ingat Yunus, istrimu sedang mengandung anakmu." Calvin memprotes ayah tirinya. Ia to the point saja. Terang-terangan hanya memanggil nama.
Dokter Yunus tak terima. Sakit hatinya diperlakukan tidak hormat oleh Calvin.
"Tahu apa kamu soal medis?! Kamu bukan ahli kesehatan, anak muda! Sudah mapan dan punya jabatan tinggi saja berani tidak sopan dengan ayah sendiri!" hardik Dokter Yunus.
Calvin yang lembut dan penyabar itu hampir tak pernah marah. Bila pun marah, ia lebih suka menyimpannya di dalam hati. Tapi malam ini berbeda. Ia sempurna meluapkan emosinya.
"Kamu bukan ayahku, Yunus! Ayahku hanya satu! Dan dia takkan terganti dengan pria jahat sepertimu!"
Prang!