Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Puasa Ramadan, Bentuk Cinta pada Orang Miskin

16 Juni 2017   08:37 Diperbarui: 16 Juni 2017   20:11 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat berpuasa, umat Islam diwajibkan menahan haus dan lapar dari pagi sampai sore. Sejenak berhenti dari kebiasaan makan dan minum sepuas-puasnya setiap waktu. Jika umat Islam mau, bisa saja mereka tetap memuaskan lapar dan haus dengan makan-minum sebanyak mungkin seperti sebelas bulan lainnya. Toh makanan enak mampu disediakan. Toh minuman lezat bisa didapatkan dengan mudah.

Namun umat Islam yang beriman dan penuh empati takkan melakukan itu. Mereka tetap konsisten menjalankan puasa. Mereka rela tidak makan dan minum selama berjam-jam meski mereka mampu membeli makanan-minuman yang lebih dari layak untuk dikonsumsi. Aturan puasa sama saja untuk seluruh umat Islam di dunia. Pejabat, pengusaha, artis, model, politikus, guru, dokter, insinyur, aristokrat, pelajar/mahasiswa yang beragama Islam di negara mana pun menjalankan ibadah puasa dengan tata cara dan aturan yang sama.

Esensi puasa Ramadhan tak hanya untuk menahan diri dan beribadah pada Allah. Melainkan pula sebagai bentuk empati pada saudara-saudara kita yang kurang beruntung. Puasa di bulan Ramadhan mengajarkan kita untuk mencintai orang miskin. Kita ikut merasakan apa yang mereka rasakan. Bukan bermaksud menyiksa atau menyengsarakan, tapi agar rasa empati kita lebih terasah.

Orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan terbiasa menahan lapar dan haus setiap hari. Bahkan mereka terbiasa menyantap makanan berbuka yang juga menjadi makanan sahur mereka. Rasa lapar seolah telah menjadi sahabat mereka. Terbiasa makan seadanya membuat mereka tidak bisa pilih-pilih. Besok mau makan apa dan dari mana, itulah pertanyaan yang memenuhi benak mereka tiap harinya.

Lantas, bagaimana dengan kita? Kita masih bisa makan cukup dan bergizi. Tak perlu lagi merasakan kelaparan dan kehausan. Bisa memilih-milih jenis makanan yang kita sukai. Bahkan bisa makan di restoran.

Sudah sepatutnya kita bersyukur. Lebih banyak melihat ke bawah, bukan ke atas. Puasa Ramadhan pun mengajarkan kita untuk lebih banyak melihat ke bawah dan mensyukuri nikmat Allah.

Selain berpuasa, ada lagi bentuk cinta yang dilakukan untuk orang miskin pada bulan suci ini. Kita bisa memberikan zakat fitrah di akhir Ramadhan. Zakat fitrah yang diberikan dapat meringankan beban saudara-saudara sesama Muslim yang hidup dalam kekurangan. So, jangan malas atau menunda-nunda membayar zakat fitrah. Di antara harta kita, ada yang menjadi hak orang miskin.

Masih ada lagi cara lain untuk menunjukkan rasa cinta pada orang miskin. Di antaranya dengan bersedekah, berbagi takjil, atau mengadakan acara berbuka puasa bersama orang-orang miskin. Cintai dan dekatilah mereka. Jangan malu berbaur dengan mereka. Muslim sejati adalah Muslim yang rendah hati, sabar, lembut, toleran, santun, penolong, tulus, penyayang, dan dermawan. Bersedekah pada kaum duafa tidak membuat harta kita habis. Justru harta kita akan terus dan terus bertambah.

Allah dan Rasulullah pun mencintai orang miskin. Apa buktinya? Fidyah. Jika ada umat Muslim yang tidak bisa berpuasa Ramadhan karena suatu keadaan, ia diwajibkan mengganti puasanya di bulan lain atau membayar fidyah. Fidyah itu ditujukan untuk orang miskin.

Salah satu wasiat Rasulullah adalah mencintai orang miskin. Rasulullah, selain dikenal dengan akhlaknya yang sempurna, juga dikenal sebagai pebisnis dan pemimpin yang sukses dan dermawan. Beberapa sahabat Rasulullah yang pasti masuk surga dan tergolong dermawan dengan harta kekayaannya adalah Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Abdurrahman bin Auf. Sahabat-sahabat Rasulullah terkenal kaya raya dan dermawan.

Tak ada kata terlambat. Waktunya mencontoh kebaikan dan kedermawanan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun