Begitu dekatnya kita dengan kematian. Maut bisa datang kapan saja. Orang yang cerdas adalah orang yang mengingat mati.
Shalat jenazah selesai. Saatnya jenazah dimakamkan. Puluhan mobil mengiringi mobil ambulans yang membawa jenazah ke tempat peristirahatan terakhir.
Jarak masjid dengan pemakaman cukup jauh. Butuh waktu sekitar setengah jam. Di tengah perjalanan, Albert merasakan kepalanya sakit. Ia memaksa diri terus mengemudikan mobil. Beberapa kali Albert nyaris menabrak kendaraan dan pejalan kaki di depannya. Syukurlah ia bisa mengendalikan setir mobil sebelum hal itu terjadi. Andai saja ada Renna bersamanya, ia tak perlu memaksakan diri.
Prosesi pemakaman berlangsung khidmat. Albert berdiri di sebelah Muti. Menatap nanar jenazah yang tengah dimasukkan ke liang lahat. Batinnya tertusuk ironi. Indra meninggal karena Leukemia. Ia pernah mengidap penyakit itu. Banyak pasien Leukemia yang akhirnya tak tertolong. Akankah penyakit itu hadir lagi dalam hidupnya?
“Kamu kepikiran penyakitnya Indra, ya?” Muti berbisik.
“Iya, Muti. Bagaimana bila...”
“Sssttt, jangan berpikiran seperti itu. Kamu pasti sehat. Kamu sudah sembuh dari kanker.” potong Muti. Meletakkan jari telunjuk di bibirnya. Wanita berdarah India itu berupaya menenangkan Albert.
Rasa sakit di kepalanya semakin menyiksa. Albert bertahan mengikuti prosesi itu. Ia tak mau kehilangan momen terakhir dengan almarhum Indra. Menjelang akhir pemakaman, sesuatu yang buruk terjadi. Hidung Albert berdarah. Muti yang pertama kali melihatnya.
“Astaghfirulah...Albert, kamu mimisan. Ayo kita ke rumah sakit!” kata Muti, menggenggam erat tangan Albert.
“Tapi...”
“Jangan menolak. Kamu harus ke rumah sakit!” paksa Muti, panik bercampur gemas.