“Albert, kamu yakin mau pergi sendiri? Kelihatannya kamu tidak cukup sehat.” Renna memastikan untuk kesekian kalinya.
“Totally wrong. Aku baik-baik saja. Aku kuat menyetir, dan aku bisa pergi sendiri.” tolak Albert yakin.
Renna mendesah pasrah. Menyerah pada sikap keras kepala suaminya. Ia bergerak ke sisi Albert. Memegang halus tangan kanannya.
“Kalau ada apa-apa, telepon aku ya?”
“Iya, Sayang.”
Entah sekedar perasaannya atau tidak, Renna meyakini satu hal. Albert yang kuat, tegar, dan kharismatik itu terlihat lebih rapuh. Seolah tubuhnya menyimpan rasa sakit. Dienyahkannya pikiran itu. Ini hanya perasaannya. Albert akan baik-baik saja.
“Sayang, aku pergi dulu ya. Jaga dirimu dan Chelsea. Love you.” Albert berujar, mencium dahi Renna.
“Love you too.”
Albert melangkah pergi. Meninggalkan wangi Calvin Klein yang menempel kuat di pakaian Renna. Wanginya Albert yang selalu ia sukai.
**
Rumah mewah bergaya Mediterania itu berselimut duka. Isak tangis terdengar di sela lantunan Surah Yasin. Tergesa-gesa Albert turun dari mobilnya. Melangkah memasuki rumah. Meletakkan karangan bunga di tumpukan karangan bunga lainnya.