“Bahasa yang digunakan merupakan kunci sukses-tidaknya hypnotherapy. Begitu pun dalam konseling dan beberapa metode terapi lainnya. Kata-kata yang diucapkan bersifat teraputik dan bermuatan sugesti positif...”
Tak jauh dari rumah megah bergaya kolonial itu, tepatnya di sebuah universitas, seorang gadis tengah mempresentasikan makalahnya. Acara Mahasiswa Berprestasi tengah diikutinya. Terlihat gadis berambut panjang dan bermata biru itu melakukan presentasinya dengan rileks dan percaya diri. Ia terbiasa tampil di acara-acara seperti itu.
Presentasi usai. Tepuk tangan memenuhi ruangan oval dengan red carpet itu. Dosen walinya mendekat. Membanggakannya di depan dosen-dosen lain. Mengatakan jika gadis itu juga seorang hypnotherapyst seperti dirinya.
Gadis itu melangkah anggun meninggalkan ruangan. Sesaat ia berhenti. Bukan karena menginjak tepi maxi dress broken white-nya, melainkan karena ingin bersyukur. Mensyukuri jalannya presentasi. Ia telah mencoba melakukan yang terbaik.
“Demi Allah, demi motivator dan idolaku, Nabi Muhammad, demi keluarga, demi Albert, demi pasien-pasienku, demi anak-anak pengidap kanker di rumah perawatan itu, demi Mr. Jatmika yang membanggakanku dan membuatku merasa aman selama presentasi, dan demi semua orang yang mencintaiku.” Gumamnya. Lalu ia mempercepat langkah. Saatnya menemui instruktur modelingnya.
Akankah gadis ini yang kelak menjadi belahan jiwa Albert? Pengganti yang lebih baik dari Anita Rossa?