Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Akankah Kutemukan Belahan Jiwa?

26 Maret 2017   13:50 Diperbarui: 26 Maret 2017   13:58 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tetapi aku jalani

Semua kisah hidupku ini (Akhir Rasa Ini).

**     

Semuanya telah berakhir. Gadisnya telah pergi. Ia takkan pernah melihatnya lagi. Hati kecilnya berbisik, mengucap selamat tinggal pada cinta pertamanya. Ia berdoa memohon kekuatan pada Tuhan. Memohon kerelaan, keikhlasan, dan ketabahan. Bisakah dirinya seikhlas Bunda Maria yang merelakan kematian Yesus Kristus? Dapatkah ia setegar Ali bin Abi Thalib ketika Fatimah Radhiyallahu Anha dipanggil ke sisi Allah?

“Apa yang kamu lakukan pada kakakku?! Jawab!”

Di luar kamar, terlihat Dewi mencegat Nita. Mencengkeram erat lengannya. Berteriak tepat di depan wajahnya.

“Kamu jahat, Nita! Teganya kamu menyakiti kakakku! Kak Albert sedang sakit! Dia butuh kita semua! Tapi kamu meninggalkannya!” Setelah berkata begitu, Dewi menampar Nita. Menarik rambutnya. Dewi tidak terima kakaknya disakiti.

“Kak Albert yang penyabar dan lembut hati itu tidak pantas untukmu! Pergi dari rumah ini! Pergi!” teriak Dewi marah. Lantaran terlalu sibuk mengusir Nita, tak sengaja ia memecahkan sebuah guci. Alhasil guci mahal itu jatuh dan pecah. Dewi memunguti pecahan-pecahannya.

“Guci ini hancur...seperti hati Kak Albert. Tapi jika pecahan-pecahan itu dikumpulkan dan disatukan, maka semuanya akan kembali. Bahkan jauh lebih indah dan rapi. Dan kamu, Nita!” Dewi mendorong kasar punggung Nita ke dekat tangga.

“Kamu tidak berhak lagi mendapatkan hati kakakku!”

Albert  tak tahan melihat semua itu. Ia bergegas ke kamar mandi. Menyalakan shower, lalu duduk di bawahnya. Mengabaikan tubuhnya yang demam karena itu merupakan salah satu gejala Limfoma,  ia membiarkan bajunya basah kuyup. Albert  memeluk lututnya. Berharap kesedihannya terbawa bersama guyuran air shower yang membasahi tubuhnya. Tak ada air mata,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun