Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kapan Pun, Aku Selalu Ada

19 Februari 2017   08:35 Diperbarui: 19 Februari 2017   11:02 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sesaat hening. Sekilas ia memperhatikan sang biarawan yang dicintainya. Merasakan sesuatu. Lalu ia berkata. “Albert, terima kasih telah menjadi bagian hidupku. Aku bisa berdamai dengan masa lalu.”

Diceritakannya momen rapat global PSM dan sikap si pelatih vokal yang pernah melukainya. Albert sabar mendengarkan. Ia tahu perasaan gadis itu. Dirinya adalah satu dari sedikit sumber kebahagiaan yang dimiliki gadis penyuka white lily itu. Bersamanya, gadis itu nyaman dan bahagia.

“Sudahkah kamu berdamai dengan masa lalu? Cerita sama aku...” Si gadis mengakhiri ceritanya dengan pertanyaan.

“Berdamai dengan masa lalu? Aku melihat itu dari kacamata kebaikan. Kulihat semuanya dari sisi positif. Pernah ada yang berkata sesuatu yang tidak mengenakkan hati. Rasanya sakit sekali. Aku merasa marah, kuungkapkan saja. Tapi akhirnya aku merasa bersalah dan aku minta maaf.”

Bagaimana caranya pria sesabar dan selembut itu marah? Si gadis tak bisa membayangkan seorang Arif Albert marah-marah dan menumpahkannya pada orang tak bersalah.

“Itu paket dari siapa?”

Pertanyaan Albert menyadarkannya. Gadis itu tersentak, buru-buru membuka kotak terbungkus kertas coklat di depannya.

“Ini dari keluargaku. Mereka baru balik dari Lampung. Oh ya, apa kamu suka membeli oleh-oleh untuk keluargamu? Bukannya kamu sering ke luar kota saat retret tahunan dan Tahun Orientasi Pastoral?”

“Kadang aku membeli oleh-oleh untuk mereka. Kadang juga tidak. Karena tidak ada uang. Bisa pulang ke rumah saja sudah beruntung.”

Albert tertawa kecil saat menceritakannya. Gadis bermata biru itu lekat memperhatikannya. Polos sekali, batinnya. Polos dan sederhana, juga apa adanya. Justru itulah yang disukainya dari Albert.

“Pernah dari Bandung aku membeli baju. Bukan untuk orang tuaku, tapi untuk adik-adik kecil di kanan-kiri rumahku. Mereka senang. Tapi aku tidak membawakan baju untuk orang tuaku. Sedih...”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun