Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berkorban Demi Orang Lain: Mengapa Tidak?

5 Februari 2017   10:29 Diperbarui: 5 Februari 2017   10:43 1711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi-pagi sekali, sekitar pukul lima, Mama mengajak saya keluar sebentar untuk mencari sarapan. Saya menurut meski lutut saya masih sakit. Saya paksakan untuk melangkah menemani Mama. Kami sarapan di restoran kecil yang katanya enak. Pemiliknya begitu baik pada saya. Sambil menunggu makanan yang dipesan, tanpa sadar saya tertidur sejenak. Si pemilik restoran dengan lembut menawari saya teh hangat. Tentu saja saya menerimanya dengan senang hati. Saat Mama saya meninggalkan saya sebentar untuk mengantarkan makanan pada ayah Keanu-Chelsea, saya dijaga si pemilik restoran yang sangat baik itu.

Kembali ke rumah sakit, ternyata ayah Keanu-Chelsea sudah memandikan dan membersihkan tubuh anak pertama. Selama menjalani perawatan, tugas itu dilakukan sepenuh hati olehnya. Dia sendiri yang meminta ayah Keanu-Chelsea yang melakukannya. Mungkin karena rasa nyaman dan perlakuan ayah Keanu-Chelsea yang begitu lembut.

Papa ternyata tak juga datang. Kami digantikan oleh anggota keluarga yang lain. Ayah Keanu-Chelsea mengantar saya ke rumah sepupu dengan mobilnya dan membujuk saya beristirahat.

Pagi ini, ketika saya sudah kembali ke Bandung dan segalanya sudah kembali seperti semula, saya memperoleh pelajaran berharga. Berkorban demi orang lain. Sebenarnya, tanggal 3 dan 4 kemarin, saya saya ada agenda rapat dengan alumni almamater dan acara lain. Namun saya batalkan demi anggota keluarga yang sedang sakit. Rezeki dan kesempatan ada dimana-mana. Saya yakin, keadaan orang lain jauh lebih layak diprioritaskan dari pada kepentingan saya sendiri. Entah, ada rasa bahagia tiap kali berkorban untuk orang lain, khususnya orang-orang yang saya cintai dan sayangi. Saya senang tiap kali melakukannya. Dibandingkan mementingkan urusan pribadi, lebih baik waktu saya berikan untuk orang lain yang membutuhkan perhatian, support, dan bantuan.

Tak hanya itu, saya lihat pengorbanan Mama dan ayah Keanu-Chelsea begitu besar. Mama mengorbankan seluruh waktu istirahatnya dan mengesampingkan sejenak urusan pribadinya. Ayah Keanu-Chelsea mengorbankan waktu kebersamaannya dengan Keanu dan Chelsea. Kedua anak itu memang sangat dekat dengan ayahnya. Kata orang-orang serumah, Keanu dan Chelsea belum tidur sampai tengah malam. Mereka terus menanyakan ayahnya. Berbeda dengan Papa yang tidak melewatkan satu menit pun di rumah sakit. Sibuk dengan urusannya sendiri. Alhasil, Mama menegurnya dalam perjalanan pulang.

Mencermati cerita di atas, ada poin berharga yang dapat dijadikan pelajaran. Hidup tidak hanya untuk memikirkan diri sendiri. Ada saatnya kita memikirkan orang lain. Orang lain membutuhkan kita, mengapa kita tidak bisa membantu?

Berkorban tidak harus berupa materi. Ada banyak cara untuk berkorban demi orang lain. Misalnya mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mereka. Mengalah sejenak demi orang lain. Mendahulukan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan pribadi. Melepaskan pekerjaan dan berganti dengan pekerjaan baru demi keluarga dan orang yang dicintai. Menyisihkan sebagian waktu untuk memperhatikan orang lain dan memberi support. Menyembunyikan rasa terganggu, marah, kesal, kecewa, dan sakit hati agar tidak menyakiti orang lain. Sebab, pernyataan terganggu, kemarahan, dan emosi negatif lainnya rentan membuat hati seseorang tersakiti.

Itu semua bisa menjadi bentuk pengorbanan. Kita belajar mengesampingkan ego dan berbalik memperhatikan keadaan orang lain yang membutuhkan kita.

Terkadang, kita merasa bila hidup dan permasalahan yang dihadapi begitu berat. Urusan pribadi terlalu penting dan urgen. Sampai-sampai kita melupakan dimensi kebaikan. Lupa menyisihkan waktu untuk amal, kebaikan, dan pengorbanan. Banyaknya kepentingan pribadi dan beratnya problem dalam hidup membuat seseorang melupakan sisi kebaikan dalam dirinya.

Jika kita melihat dari sudut pandang berbeda, maka kita bisa melihat bahwa diperlukan keseimbangan dalam hidup. Ada waktu untuk diri sendiri, ada pula waktu untuk orang lain. Saat titik keseimbangan dalam hidup tercapai, dalam arti kita punya space yang adil untuk diri sendiri dan orang lain, barulah kita mencapai hidup yang ideal dan sempurna.

Namun tidak ada kata terlambat untuk berubah. Kebaikan dan pengorbanan bisa dilakukan kapan saja, dimana saja. Besar-kecilnya pengorbanan dan kebaikan tidak diukur oleh kita, tapi oleh Tuhan. Tuhan yang akan memberikan pahala dan balasan terindah-Nya untuk kita. Setiap kebaikan akan dibalas dengan kebaikan pula. Sekecil apa pun itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun