Menilik potensi wisata kabupaten Kulon Progo Yogyakarta seakan tak ada habisnya. Beragam bentuk wisata tersaji di tiap sudutnya. Kamis pekan lalu aku turut bergabung dalam rombongan Famtrip Dinas Pariwisata Kulon Progo 2022. Kegiatan yang diikuti oleh pegiat pariwisata dan media ini berlangsung seru dari pagi hingga sore hari.
Berangkat dari kantor Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, rombongan kami langsung menuju kawasan laguna Pantai Glagah. Di pantai yang penuh kenangan ini kami disambut dengan snack tradisional berbahan dasar sayuran, yes namanya pecel pincuk. Acara snack pagi makin lengkap dengan hadirnya es buah yang segar.
Usai menikmati hidangan, kami diajak berkeliling ke area laguna. Di salah satu sudut, ada bapak perajin jaring yang sedang bekerja. Ia membuat jaring dengan tangan terampilnya. Lanjut bertemu dengan bapak yang sedang menangkap ikan. Semangat kerja bapak ini tak pernah padam meski hasil tangkapan tak terduga jumlahnya.
Jelajah Pantai Glagah dan Menikmati Jeep Wisata
Puas keliling laguna, rombongan diajak naik jeep wisata di daerah pantai dan belakang area Yogyakarta International Airport (YIA). Menurutku ini adalah trek jeep yang lengkap. Awalnya jeep melintas di jalan aspal. Aku bisa menikmati sepoi angin di area bandara dan pantai.
Trek seru pertama adalah kawasan pasir di antara bandara dan pantai Glagah. Trek pasir ini membuat roda jeep berguling seru. Beberapa area pasir yang berkelok dan naik turun membuat para peserta menjerit. Aku yang awalnya duduk disuruh berdiri dan berpegangan erat oleh teman-teman.
Pesawat melintas di atas kami menjadikan suasana semakin seru. Cuaca panas menambah gerahnya emosi, kami semakin bersemangat. Trek kedua adalah kawasan hutan di tepi pantai. Kami harus berpegangan erat pada besi di atas dan belakang jeep. Jalur yang ada di kawasan rimbun pepohonan ini juga sempit. Kami harus menunduk saat batang pohon di depan mata.
Selanjutnya adalah trek dalam air payau. Rombongan jeep seakan mandi di kawasan air yang tersambung dengan laguna pantai Glagah. Kalau mau naik jeep di sini siap-siap basah deh. Terakhir roda jeep mengarah ke tepi pantai Glagah. Itu lho, yang deket sama pemecah ombak.
Terik siang membawa rombongan ke desa wisata Purwosari, Girimulyo, Kulon Progo. Sebenarnya aku sudah tak asing dengan kawasan ini, tetapi belum pernah mampir ke Purwosari. Setiba di sana kami disambut dengan alunan gamelan dan tari angguk.
Tari angguk ini punya ciri khas busana yang unik. Bajunya dominan hitam dengan ciri khas tentara Belanda. Penari juga mengenakan topi, sampur, dan hiasan benang rumbai warna kuning. Gerakannya gemulai dengan kepala yang sering mengangguk.
Berbincang Dengan Pemilik Gumilir Tea
Desa wisata Purwosari memiliki beragam potensi, salah satunya adalah Gumilir Tea. Teh lokal premium dari petani ini rasanya unik dan khas. Kalau dibandingkan dengan teh pabrik pasti beda.
Bapak pemilik Gumilir Tea memetik sendiri 3 helai daun teh teratas (pucuk) untuk menjaga kualitasnya. Setelah dipetik, daun harus langsung diproses sangrai dengan alat khusus. Proses sangrai ini memakan waktu 8 jam.
"Kalau proses manual dengan kayu bakar malah 12 jam, tapi rasanya beda, lebih pekat," kata pemilik Gumilir Tea.
Teh dengan kualitas super ini sudah menemukan pelanggannya. Bapak bercerita bahwa para pelanggan selalu repeat order. Untuk kemasan juga sudah dibuat modern, bukan teh bungkus kertas.
Rombongan famtrip diajak melihat proses pembuatan teh, keliling kebun teh, dan mencicipi tehnya. Aku pun ikut mencicipi. Rasa tehnya memang beda dari yang lain.
Menengok Usaha Kambing Etawa dan Kopi Lokal Purwosari
Tujuan selanjutnya adalah usaha kambing etawa. Salah satu keunggulan desa wisata Purwosari adalah peternak kambing etawa yang bisa diperah susunya atau kambing jantan untuk kontes. Aku sendiri beberapa kali datang ke lokasi kontes kambing, beneran kambing etawa di Purwosari kualitasnya oke.
Kopi Tumpangsari yang letaknya tak jauh dari kandang kambing menemani sore hari peserta famtrip. Biji kopi lokal yang digunakan memang memiliki kualitas terbaik. Setelah mencicipi, aku merasa bahwa kopi ini rasanya mirip dengan kopi yang dijual di kedai ternama. Khas dan mantap.
Menikmati Sajian Pentas "Sugriwa Subali"
Jika dulu Sugriwa Subali hanya kukenal di cerita wayang, kini aku dapat merasakan visualnya yang nyata. Hihii. Kami disuguhi pentas tari dengan cerita sejarah di Gua Kiskendo. Ternyata Gua Kiskendo sudah memiliki area panggung yang bagus.
Pentas diawali dengan sajian gamelan oleh seniman lokal Kulon Progo. Aku takjub dengan suara mbak-mbak sinden yang merdu. Teringat dulu pernah mencoba "nyinden" dan hasilnya gagal.
Pentas drama musikal ini berjalan dengan lancar. Penonton dapat menikmati alur cerita dengan baik. Di sela pentas, para penari dengan kostum monyet melakukan soft campaign tentang penggunaan masker. Menurutku ini unik dan lucu.
Sekian perjalan famtrip aku di alam Kulon Progo yang kaya akan wisata alam, budaya, dan kulinernya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H