Mohon tunggu...
Latifah Ayu Kusuma
Latifah Ayu Kusuma Mohon Tunggu... Lainnya - Copywriter

Local Traveller

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sound of Borobudur, Gerbang Menuju Sustainable Tourism Unggulan Jawa Tengah

4 Juli 2021   12:53 Diperbarui: 4 Juli 2021   12:57 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Tomas Malik on Pexels

Sekelompok anak berkolaborasi memainkan musik ansambel di salah satu ruang kelas. Aku yang bertugas memainkan recorder (seruling) begitu antusias. Seorang guru mata pelajaran musik memandu kami dengan semangat. Ruangan mendadak hidup dan memancarkan aura bahagia. Meski sederhana, musik ansambel ala anak sekolah menjadi penawar lelah di sela-sela belajar.

Ingatan tentang musik ansambel berputar saat aku menikmati suguhan indah dari musisi Trie Utami dan tim. Aku sedang berada pada ruang daring rangkaian acara Sound of Borobudur, sebuah gerakan kebangsaan melalui budaya. Sound of Borobudur berfokus menggaungkan kembali bunyian peradaban Borobudur yang telah terpendam selama ribuan tahun.

Kolaborasi musik yang dimainkan oleh Trie Utami, Dewa Budjana, Viky Sianipar, dkk di Balkondes Karangrejo, Magelang, Jawa Tengah (24/06) sangat memukau. Peserta International Conference Sound of Borobudur yang turut menyaksikan alunan musik tersebut "manggut-manggut" bahagia. Kami menikmati suara alat musik yang jarang terdengar di telinga.

Tangkapan layar Sound of Borobudur
Tangkapan layar Sound of Borobudur
Beberapa alat musik yang dimainkan oleh Trie Utami dan musisi luar negeri tersebut baru dibuat. Alat musik tersebut merupakan realisasi dari gambaran relief pada Candi Borobudur.

Sesuai sambutan dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, candi Borobudur memiliki 1.460 relief. Cerita dan bahasan pada relief tersebut beragam, mulai dari ajaran nilai kehidupan, moral, pengetahuan, agama, sejarah, budaya, kepemimpinan, dan seni, termasuk musik.

Relief pada candi Borobudur menunjukan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal berbagai seni pertunjukan. Pada tahun 700-800 seni musik sudah melekat dalam lini kehidupan dan kebudayaan masyarakat. Bahkan musik disebut sebagai pemersatu oleh Addie MS, founder Twilite Orchestra.

Dok. Sound of Borobudur
Dok. Sound of Borobudur
Persembahan musik yang ditampilkan dalam international conference di atas termasuk dalam rangkaian event kolaborasi anak bangsa, "Sound of Borobudur". Event dengan tajuk "Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik" ini sukses menggandeng musisi dari berbagai negara. Suguhan musik nan epik disuarakan melalui kolaborasi musisi dan alat musik yang berbeda.

Uniknya, 17 alat musik baru turut dimainkan. Alat musik baru ini sengaja dibuat semirip mungkin dengan deskripsi yang terpahat dalam relief candi Borobudur.

Relief dalam candi Borobudur menggambarkan berbagai jenis alat musik yang hingga kini masih dimainkan. Tak terbatas alat musik lokal Indonesia, alat musik yang tergambar juga tersebar di seluruh penjuru dunia.

"Terdapat sebanyak 226 relief alat musik jenis Aerophone (tiup), Cordophone (petik), Idiophone (pukul), dan Membranophone (bermembran), serta 45 relief ansambel di dinding candi." ---PEJ Ferdinandus

Tak heran jika peradaban leluhur di kawasan Borobudur disinyalir sudah maju sejak zaman dahulu. Trie Utami beranggapan bahwa nenek moyang bangsa kita adalah insan yang beradab dan berbudaya. Terbukti makna dari pahatan relief candi Borobudur berkisah tentang banyak hal, termasuk segala pencapaian kehidupan nenek moyang.

Menurut Trie Utami (dalam soundofborobudur.org), alat musik yang dibuat ulang melalui proses panjang. Tiga buah dawai pertama selesai dibuat tahun 2016, sementara alat musik lainnya "rampung" tahun 2018. 17 alat musik tersebut dibuat oleh Luthier profesional sehingga hasil karyanya berkualitas.

Trie Utami (tangkapan layar Sound of Borobudur)
Trie Utami (tangkapan layar Sound of Borobudur)
Ada yang unik dari proses pembuatan alat musik tertentu. Misalnya alat musik yang berbahan dasar gerabah, pengerjaannya terbilang lama. Pembuatnya harus mencari ketebalan yang pas agar kepantasan bunyi dan tonalnya pas. Jika dinding gerabah terlalu tipis bisa pecah saat dibakar. Sebaliknya, jika dinding gerabah terlalu tebal juga belum tentu pas.

Purwa Tjaraka, pengampu utama Yayasan Padma Sada Svargantara hadir secara virtual dalam international conference Sound of Borobudur.

Pak Purwa menjelaskan bahwa kompleksitas musik berhubungan erat dengan tinggi rendahnya peradaban suatu bangsa. Jadi proses pembuatan ulang alat musik yang kompleks mengindikasikan bahwa peradaban bangsa kita cukup maju.

Sound of Borobudur diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kegiatan serupa juga digelar di empat destinasi super prioritas, yaitu Danau Toba, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang. Harapannya, pengembangan destinasi wisata dapat menambah daya tarik dan standar kelas dunia.

Konferensi internasional Borobudur bertujuan menemukan rumusan ilmiah dan inovatif untuk menghidupkan kembali jejak persaudaraan lintas bangsa. Oleh karena itu, konferensi internasional ini menghadirkan narasumber yang berpengalaman di bidang musik, etnomusikologi, pariwisata, dan seni budaya.

Sandiaga Uno (tangkapan layar Sound of Borobudur)
Sandiaga Uno (tangkapan layar Sound of Borobudur)
Paparan pertama disampaikan oleh Prof. Emerita Margaret Joy Kartomi AM, FAHA, Dr. Phil. Prof Margaret memaparkan aspek etnomusikologi yang diharapkan dapat menunjukkan jejak sejarah masa lampau mengenai hubungan antar bangsa melalui musik, khususnya terkait relief alat musik dalam candi Borobudur.

Pesan yang disampaikan oleh Prof Margaret sesuai dengan fakta bahwa ada kemiripan bentuk alat musik yang tergambar dalam relief candi Borobudur dengan alat musik yang dimainkan lebih dari 40 negara.

Alat musik sebagai pemersatu bangsa dikuatkan oleh pernyataan Addie MS yang sudah lama berkiprah dalam dunia seni musik. Menurut Addie, kita sekarang hidup di zaman yang mudah terpisah. Baik terpisah karena perbedaan pendapat maupun perbedaan kepentingan. Addie sendiri sudah membuktikan betapa musik adalah jembatan andalan untuk mencairkan hubungan antar manusia atau antar bangsa.

Addie MS (tangkapan layar Sound of Borobudur)
Addie MS (tangkapan layar Sound of Borobudur)
Addie menuturkan kisah Philadelphia Orchestra yang menggelar konser di Beijing tahun 1973 saat hubungan kedua negara sedang kurang baik. Tak disangka, konser tersebut berjalan lancar dan justru membawa kedamaian.

Prof. DR. M. Baiquni dari Universitas Gadjah Mada memberi paparan tentang sustainable tourism di kawasan candi Borobudur. Sustainable tourism merupakan wisata yang memperhatikan dampak terhadap lingkungan, ekonomi, sosial, budaya masa sekarang dan akan datang, baik bagi  wisatawan maupun masyarakat sekitar destinasi wisata. Candi Borobudur diharapkan dapat memberi manfaat luas bagi wisatawan (edukasi dan refreshing) dan masyarakat (UMKM dan lapangan kerja).

Ada empat kategori yang menjadi pedoman dalam pembangunan destinasi wisata berkelanjutan "Wonderful Indonesia", yaitu pengelolaan destinasi wisata berkelanjutan, pemanfaatan ekonomi bagi warga lokal, pelestarian budaya bagi pengunjung dan masyarakat, serta pelestarian lingkungan.

Destinasi candi Borobudur dengan Sound of Borobudur dan edukasi tentang kebudayaan di dalam reliefnya dapat memenuhi empat kategori tersebut.

Salah satu wujud nyata dari pemanfaatan ekonomi bagi warga lokal di kawasan Candi Borobudur adalah terbentuknya kelompok UMKM yang memasarkan produk lokal unggulan di kawasan wisata.

Dalam event Sound of Borobudur di Balkondes Karangrejo kemarin para pelaku UMKM juga menjajakan produknya di sekitar venue acara. Hidangan dalam event tersebut juga merupakan hasil olahan warga setempat. Pun dengan sajian menu khas Jawa Tengah.

Tangkapan layar Sound of Borobudur
Tangkapan layar Sound of Borobudur
Tantowi Yahya dalam konferensi internasional Sound of Borobudur mengungkapkan bahwa musik bisa menjadi sarana diplomasi budaya dan alat komunikasi antar bangsa.

Tak heran jika kemegahan Candi Borobudur yang pernah tercatat dalam 7 keajaiban dunia ini selalu terdepan dalam perhatian pemerintah dan masyarakat. Artinya, Candi Borobudur beserta kebudayaan di dalamnya, termasuk seni musik akan selalu digaungkan ke seluruh penjuru dunia.

Keberadaan musik yang sesuai dengan pahatan relief Candi Borobudur dapat mengantarkan kawasan wisata di Jawa Tengah ini menuju destinasi berkelanjutan dan mengangkat kembali suasana Borobudur pusat musik dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun