Mantan Manten? Jauh di luar ekspektasi, film ini tak sekedar kisah cinta drama ala-ala yang mudah ditebak dan (mungkin) membosankan. Pesan tentang budaya dan tata kehidupan nyata tersampaikan dengan rapi. Saya sendiri takjub dan tak berhenti mengagumi film produksi Visinema ini.
"Don't be afraid of change. You may end up losing something good, but you will probably end up gaining something better."--- Anonymous
Yasnina (Atiqah Hasiholan), manajer investasi terkenal tiba-tiba kehilangan segalanya. Satu-satunya aset yang dia miliki hanyalah sebuah rumah di daerah Tawangmangu. Dia berniat menjual sisa harta tersebut untuk menuntut balik Pak Iskandar (Tyo Pakusadewo), bos yang justru menjebaknya dalam lingkaran sengsara. Namun perjalanan negosiasi Yasnina dengan Budhe Marjanti, pemilik rumah sebelumnya tidaklah mudah. Pun ditambah dengan adegan bahwa tunangannya, Surya (Arifin Putra) tak bisa banyak membantu.
"The enemy is anybody who's going to get you killed, no matter which side he's on."--- Joseph Heller
Sudut dataran tinggi di sebelah kota Solo itulah yang membalikkan pola hidup Yasnina. Budhe Marjanti (Tutie Kirana) mengajukan syarat sebelum memberikan tanda tangan pindah kepemilikan rumah. Akhirnya Yasnina, gadis keras kepala itu mngikuti kemauan Budhe Marjanti. Yasnina menjadi asisten Budhe sebagai seorang paes manten (perias pengantin).
Meski tidak memasang label film budaya atau film komedi, Mantan Manten mengandung unsur keduanya. Sorot utamanya ada pada Yasnina, gadis cantik berkemauan keras, smart, dan mandiri. Alur dikemas dengan balutan konflik beberapa pihak. Di satu sisi, Yasnina harus menjalankan aktivitas barunya bersama Budhe Marjanti. Sementara pada sisi lain, dia harus segera menyelesaikan masalah pekerjaan di Jakarta.
"It's not true that life is one damn thing after another; it is one damn thing over and over."Â ---Edna St. Vincent Millay
Tawangmangu Bersama Budaya Yang Mengakar Kuat
Sosok yang digambarkan sebagai Budhe Marjanti memang masih ada dalam real life. Seorang paes manten tak bisa dipandang sebelah mata. Menjadi paes manten bukan sekadar pekerjaan, melainkan salah satu cara melestarikan tradisi. Paes diambil dari kata me.ma.es yang artinya mempercantik muka dengan menggunakan bahan-bahan kosmetik dengan cara-cara tertentu serta bentuk tertentu (https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/memaes). Budaya paes sendiri berkembang di daerah Solo dan Jogja dengan ciri khas masing-masing.
Berbeda jauh dengan tata kehidupan Tawangmangu, Jakarta tak lagi membatasi diri dengan budaya lokal. Segala arus kebudayaan sudah berbaur dalam bingkai ekosistem modern. Wajar jika penghuninya mulai bergerak bebas dan tak terbatas oleh adat tempatnya berasal. Kehidupan serba canggih di Jakarta adalah awal pemikiran di luar dugaan. Seperti Yasnina yang tercetak menjadi perempuan tangguh meski membangun karir di tengah metropolitan.
Hal lain yang menarik dari film ini adalah keikhlasan Yasnina untuk tetap berhubungan baik dengan orang-orang yang (moncoba) menghancurkannya. Pada dasarnya manusia tak bisa dengan mudah memaafkan, tetapi Yasnina mampu membuktikan bahwa ikhlas itu bisa menjadi nyata tanpa syarat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H