Mohon tunggu...
Latifah Hardiyatni
Latifah Hardiyatni Mohon Tunggu... Buruh - Buruh harian lepas

Latifah, seorang wanita penyuka membaca dan menulis sederhana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perbatasan 0 Kilometer

6 Juni 2023   15:04 Diperbarui: 6 Juni 2023   15:55 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mbah, monggo sareng kulo. Mangkeh tak bayari ongkose menawi simbah mboten gadah yotro."

Aku masih mencoba membujuk kakek itu hingga beberapa saat. Hingga sang kondektur turun dan menghampiriku. Namun, jawaban dari kakek ini tetap sama. Dia tak mau ikut. 

Melihat kakek ini tetap kekeh dengan pendiriannya membuat aku terenyuh. Sampai hati, kah aku akan meninggalkannya sendiri di sini?

"Aku arep mlaku wae. Aku meng ngaso sedilit men mari sayahe."

Apa sebaiknya aku jalan kaki saja bersama kakek ini? Kasihan dia, tapi perasaan apa ini? Sebelumnya aku tak pernah memiliki rasa simpati sebesar ini sebelumnya. Apa ini karena aku merasa bersalah tak bisa merawat Simbah Kakung di akhir hayatnya? Sedang beliau satu-satunya orang yang merawat dan membesarkanku.

"Mbak, kok, malah ngalamun. Ayo busnya udah mau berangkat."

Aku menengok sekali lagi ke arah kakek ini. "Aku turun di sini aja, Bang. Mau jalan nemenin kakek ini. Kasihan dia."

Sang kondektur segera berlari ke arah bus setelah menggerutu tak jelas. Selang beberapa saat bus menderu dan melaju. Aku melihat bus melaju hingga ke ujung tanjakan.

Simbah yang mengaku bernama Karso mengajakku untuk berjalan. Untunglah barang bawaanku tak banyak, hanya tas kecil berisi ponsel dan dompet. Aku sengaja mengirim barang-barangku yang lain, seperti baju, lemari, dan perabot lain dengan jasa pengiriman barang agar tak repot di jalan.

Mbah Karso berjalan sembari bercerita. Mulai dari cerita asal-usul dukuh Rejo, zaman penjajahan, sampai almarhum Simbah Kakung.

"Jebul saiki dadi Cah Ayu. Biyen senenge adus neng irigasi. Ngasik kulitmu ireng."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun