Mohon tunggu...
Latifah Hardiyatni
Latifah Hardiyatni Mohon Tunggu... Buruh - Buruh harian lepas

Latifah, seorang wanita penyuka membaca dan menulis sederhana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ajang Pembuktian

13 Maret 2023   09:22 Diperbarui: 13 Maret 2023   09:39 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Justru itu. Aku memang sengaja buat pamer. Aku mau menunjukkan kepada mereka kalau aku juga mampu beli."

Siti meletakkan paperbag yang dipegang secara asal ke meja. Dia menatap lurus ke lorong yang membawanya pada kejadian silam.

Waktu itu, Siti baru duduk di SMP. Semua teman-temannya mengejek dia yang terlahir dari keluarga kurang mampu. Seperti drama yang sering terlihat. Siti dibully dan diolok-olok.

"Sampai kapan pun kamu tak akan pernah bisa beli sepatu kayak punyaku ini, Ti! Berani-beraninya kamu nginjak sepatu ini!" kata salah seorang teman kelasnya. "Dan tempat pensil aku yang ilang pasti kamu yang ambil, kan! Ngaku aja, deh."

Sebuah usapan lembut membuyarkan lamunan Siti. Membuat gadis yang saat ini akan memasuki usia 20 tahun itu mengerjap beberapa kali. Siti lalu menoleh setelah mengusap pelupuk matanya.

Sekar merengkuh tubuh sang sepupu. Perlakuan tak enak seperti yang Siti alami juga menimpa Sekar dulu. Dia juga sering diejek dan diolok-olok oleh teman-temannya karena berpakaian bekas pakai. Namun, Sekar tak menaruh dendam. Dia fokus bekerja apa saja untuk membantu orang tuanya di kampung.

Saat paman dan bibinya tahu jika Sekar ulet dan bekerja keras. Mereka menyuruh Sekar untuk membawa Siti ke kota. Orang tua Siti sangat berharap jika anaknya akan seperti Sekar. Namun, kenyataannya jauh api dari panggang.

"Kalau kamu membuktikan kepada mereka dengan cara pamer barang mewah dan jalan-jalan di media sosial itu salah, Ti. Mereka tak akan pernah menganggap kamu sudah sukses dan berada."

"Terus gimana, dong, Sekar? Aku bener-bener sakit hati sama mereka."

"Tak perlu tunjukkan apa-apa sama mereka. Kamu cukup fokus pada diri sendiri dan tujuan hidupmu. Membahagiakan orang tua lebih utama dari pada memikirkan dendam."

Belum sempat Siti menjawab ucapan Sekar, ponsel Siti berdering. Sebuah panggilan dari ibunya. Sejenak Siti berpikir untuk apa ibunya telepon malam-malam begini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun