Ajang Pembuktian
Oleh: Latifah Hardiyatni
"Kar! Sekar! Buka pintunya!"
Ketukan pintu dan teriakan dari luar sebuah kontrakan membuat Sekar, gadis yang mendiami kontrakan itu menggeliat. Baru saja dia terlelap, bahkan belum terbuai mimpi indah, tapi sudah bangun lagi karena kaget.
Teriakan dan ketukan terdengar lagi. Kali ini dengan ritme yang lebih cepat dan lebih kencang. Sekar mengusap matanya sebelum turun dari ranjang.
"Iya, sabar!" sahut Sekar dari dalam. Dia sempat melirik jam yang menggantung di dinding barang sejenak sebelum membuka pintu kamarnya. Jam menunjukkan pukul 23.00 WIB.Â
"Siapa yang datang malam-malam begini?" gerutu Sekar dengan logat khas Jawa. Sebagai perantau yang datang ke kota beberapa tahun lalu, cara bicara Sekar masih saja sama, medhok.
Sesampainya di balik pintu, Sekar langsung membukanya. Terlihat Siti, sepupu Sekar berdiri di depan pintu dengan menenteng barang belanjaan yang cukup banyak.
"Kamu dari mana aja, Ti?"
Siti tak langsung menjawab. Dia malah menerobos masuk ke dalam, lalu duduk di salah satu sofa usang yang busanya sudah mengempis.
"Kamu lupa lagi, kan! Jangan panggil aku siti. Tapi Sisil!"