Mohon tunggu...
Latifa Tulnovidasari
Latifa Tulnovidasari Mohon Tunggu... Guru - Guru di SD Depok

Hobi Membaca dan Menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibu Guru ( Part 1)

26 Februari 2023   15:28 Diperbarui: 26 Februari 2023   15:39 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah semua kembali duduk dengan posisi nyaman. Bibi Lik membuka percakapan soal perjodohan antara Fiyah dan anaknya Yu Sri. Fiyah segaja tak berkomentar apapun, raut wajanya juga dikondisikan setenang mungkin. Ibu Fiyah rupanya merespon baik tentang perjodohan tersebut.

Yu Sri berbicara panjang lebar soal, Edi. Menurut Yu Sri, Fiyah adalah orang yang paling cocok untuk mendampingi Edi. Ia benar-benar kepincut dengan pertemuan tadi siang. Padahal baru pertama ketemu.  “Mas Edi ini bukan ga punya pacar lho Nak, tapi entah kenapa saya kurang srek dengan pacar-pacarnya yang disodorkan ke saya. Anehnya baru sekali ketemu Nak Fiyah, saya langsung jatuh hati.” Begitulah Yu Sri menutup ucapannya.

“Semuanya sudah bicara, Yu Sri dan Nak Edi sudah menyampaikan maksudnya. Kak Feni, sebagai ibunya Fiyah juga menyampaikan pendapatnya. Nah sekarang gilaranmu, Fiyah bagaimana menurutmu soal perjodohan ini?” Bibi Lik menjadi moderator sore itu.

“Untuk saat ini saya tidak punya pendapat apapun.” Jawab Fiyah singkat.

Edi tampak menelan ludahnya. Antara penasaran dan bersyukur itulah yang tersirat dalam wajahnya.

“Oh itu tidak masalah, saya selaku ibunya Mas Edi tau , bahwa Nak Fiyah pasti syok dan membutuhkan waktu untuk mengenal Mas Edi. Yang jelas Mas Edi ini anak saya satu-satunya dia sudah lulus SI pertanian. Jika Nak Fiyah menerima Mas Edi, Ibu pastikan Nak Fiyah dapat berkarir sebebas-bebasnya sebagaimana Nak Fiyah saat ini.”

“Fiyah hanya tersenyum. Ia melirik jam tangannya. Sudah mendekati isya, saya izin sholat Magrib.”

“Emm, iya-iya. Berjamaah aja, Nak Fiyah. Sekalian dengerin bacaan sholatnya, Mas Edi. Gimana semua setuju ga?” Yu Sri meminta dukungan.

Edi, terperanjat. Ia menyenggol ibunya yang berlebihan.

“Boleh-boleh. Kebetulah di sini ada satu ruangan luas khusus salat. Ada beberapa mukena juga. Cukuplah untuk perempuan yang ada di sini.” Paman Dido

Fiyah masih dalam kondisi awal, raut wajahnya tenang. Meski hatinya tak menyangka kalau Yu Sri malah unjuk kebolehan anaknya dalam bacaan sholat. Dia juga sedikit ilfil dengan kata-kata Mas yang disematkan kepada Edi. Yu Sri seolah-olah sudah memberi tau bagaimana dirinya harus memanggil anaknya itu. Padahal panggilan mas itu… ah sudahlah.   

Bersambung....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun