Mohon tunggu...
Latif
Latif Mohon Tunggu... Mahasiswa - profesi sebagai pelajar mahasiswa

hobyy travelling

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam

21 Maret 2023   22:00 Diperbarui: 22 Maret 2023   00:56 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengertian hukum perdata islam di Indonesia

Hukum Islam adalah hukum yang mengatur kehidupan manusia di dunia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, hukum Islam memuat aturan-aturan yang menjadi pedoman perilaku manusia di dunia. Hukum Islam mencakup semua aspek kehidupan manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat diri sendiri, orang lain, alam maupun hubungannya dengan Tuhan.

Hukum perdata Islam dalam fikih Islam dikenal dengan istilah fikih mu'amalah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan (hukum-hukum Islam). antar individu. Hukum perdata secara umum memuat:

Pertama mengatur apapun yang berhubungan dengan pernikahan, perceraian, dan konsekuensi. Kedua perbaiki masalah apa pun juga terkait dengan ahli waris, ahli waris, pewarisan pembagian warisan. Hukum waris Islam ini disebut juga dengan pengetahuan faradian. Ketiga mu'amalat dalam arti khusus, mengatur masalah hak atas benda, tatanan hubungan manusia dalam benda jual beli, sewa, pinjam meminjam, persekutuan dan dan seterusnya.

Hukum perdata Islam tidak berlaku bagi warga negara non-Muslim. Tentang hukum waris Islam, Perkawinan Secara Islam, Hibah, Hadiah, zakat dan infak pada hakekatnya merupakan materi hukum perdata Islam khusus didirikan dan dilaksanakan oleh warga negara anggota Islam.

Dalam hukum perdata islam, hal-hal sangat diperhatikan hubungan orangtua, anak, masalah harta benda, perceraian, kontrak dan semua hal yang berhubungan sebelum dan setelah perkawinan dan hal-hal yang berkaitan dengan akibat hukum karena perceraian. 

Prinsip Perkawinan Dalam UU 1 Tahun 1974 dan KHI

a. Prinsip Perkawinan UU 1 Tahun 1974

  • Agama menentukan legalitasnya pernikahan
  • Tujuan pernikahan untuk membentuk sebuah keluarga Bahagia selama-lamanya.
  • Monogami terbuka
  • Calon suami istri harus memiliki jiwa yang matang
  • Mempersulit perceraian
  • hak dan kewajiban pasangan seimbang

Dalam UU Perkawinan yang menganut asas monogami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang mengatur “Hanya satu yang boleh memiliki seorang wanita dan seorang wanita hanya dapat memiliki satu suami.” Beberapa yang lain berpendapat bahwa dalam situasi tertentu poligami diperbolehkan. sebuah ekspresi kebolehan poligami dalam UU Pernikahan adalah pengecualian.

b. Prinsip Perkawinan Menurut KHI

  • Berbicara tentang monogami dan poligami memang tidak bisa dipisahkan pembahasan prinsip atau asas pernikahan Berkaitan dengan prinsip perkawinan menurut hukum Islam sebagai berikut:
  • Perkawinan berdasar dan untuk menegakkan hukum Allah
  • Ikatan perkawinan adalah untuk selamanya
  • Suami adalah kepala rumah tangga, istri ke ibu rumah tangga masing-masing bertanggung jawab
  • Monogami sebagai prinsip, poligami sebagai pengecualian.

Dasar hukum pernikahan monogami dalam Islam didasarkan pada Kitab An-nisa ayat 3, dimana dijelaskan bahwa menurut Islam, pernikahan harus berdasarkan dan menaati hukum Allah. Salah satu kewajiban yang harus dipenuhi adalah bertindak adil. karena pada dasarnya pernikahan adalah perjanjian wajib dengan hanya satu wanita.

Pentingnya Pencatat Pernikahan dan Dampak Jika Tidak Dicatatkan

Pencatatan perkawinan mempunyai banyak manfaat dan kebaikan dalam kehidupan sosial masyarakat, oleh karena itu harus diatur. Apabila perkawinan itu tidak diatur dengan jelas oleh undang-undang dan tidak dicatatkan, maka pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan itu hanya menggunakannya untuk kepentingan sendiri dan merugikan pihak lain, terutama istri dan anak-anaknya. 

Penjelasan Umum nomor 4 huruf b UU No.1 Tahun 1974 tentang asas-asas hukum perkawinan hukum telah mereduksi kewajiban melakukan pencatatan dan pembuatan Akta Perkawinan atau Akta nikah ini, yang menyamakan pencatatan setiap perkawinan dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang seperti kelahiran dan kematian.

sehingga kewajiban pencatatan perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 ditafsirkan sebagai kewajiban administratif, yang diwajbkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bukan merupakan syarat yang menentukan kesahannya suatu perkawinan. Pembaharuan norma pencatatan perkawinan tidak hanya sekedar dalam rangka memenuhi kewajiban administratif. 

Kewajiban untuk melakukan pencatatan dan pembuatan akta perkawinan harus dimaknai sebagaimana syarat sahnya suatu perkawinan. Seharusnya pencatatan perkawinan ini tidak lagi dicatat dalam UU No. 1 Tahun 1974. Pencatatan perkawinan bisa menjadi sarana untuk mengontrol dalam status perkawinan seseorang yang sudah menikah.

Bila tidak ada pencatatan dalam perkawinan maka perlindungan hukum akan menjadi lemah yang terkait dengan hak-hak bagi pihak perempuan. Perempuan tersebut tidak dapat dilindungi terkait dengan hak-haknya yang tercant dalam undang-undang mengenai harta hono gini, tempat tinggal mendapat nafkah jika terjadi perceraian. Jika terjadi KDRT pun proses hukum yang berjalan adalah penganiayaan tidak menggunakan UU yang menyangkut KDRT.

Pendapat Ulama dan KHI tentang Perkawinan Wanita Hamil

 Imam Hanafi dan imam syafi’I berpendapat tentang wanita hamil akibat zina boleh melangsungkan pernikahan dengan laki-laki yang dihamilinya atau dengan lain. Pendapat imam Hanafi bahwa wanita hamil karena zina tidak ada iddahnya dan boleh mengawininya. Tetapi tidak boleh melakukan hubungan seks sampai dia melahirkan . imam syafi’i juga berpendapat hubungan seks karena tidak ada masa iddahnya. Wanita hamil itu boleh dinikahi, dan boleh melakukan hubungan seks sekalipun keadaan hamil.

Dalam kasus hamil diluar nikah diatur dalam pasal 53 KHI. Pasal tersebut menjelaaskan tantang membolehkan langsung menikahi bagi wanita hamil diluar nikah. Dengan demikian, ada persayaratan yang harus dipenuhi dalam perkawinan tersebut. Wanita hamil diluar nikah dapat dikawinankan dengan pria yang mengahmilinya. Perkawinan yang dimaksud pada ayat 1 dapat dilangsungkan tanpa ada emnunggu terlebih dahulu kelahiran anaknya. Dengan dilangsungkannya pernikahan pada saat wanita hamil. Tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandungnya.

Cara Menghindari Perceraian

  • Saling mendengarkan satu sama lain

Nasihat bagaimana menghindari perceraian dalam hal ini adalah hal mendasar yang harus dan harus dilakukan oleh semua pasangan suami istri: saling mendengarkan. Komunikasi yang bermasalah seringkali menjadi akar penyebab masalah dalam hubungan pasangan, sehingga diperlukan komunikasi yang baik agar pernikahan dapat bertahan lama.

  • Luapkan dan utarakan perasaan anda

Selain mendengarkan perasaan pasangan, Anda juga harus bisa mengungkapkan perasaan agar pasangan memahami sudut pandang Anda. Mengekspresikan perasaan memang cukup sulit, namun pada kenyataannya Anda harus melakukannya sedemikian rupa agar perasaan tidak menjadi tidak seimbang dan Anda sendiri menjadi marah.

  • Jangan menyalahkan satu sama lain

Siapa yang ingin disalahkan atas hubungan yang gagal? Rasanya tidak seperti apa pun. Suatu hubungan tidak dapat menghindari kesalahan dan pertengkaran. Namun menyalahkan pasangan hanya akan membuat Anda emosi dan tidak menyelesaikan masalah Anda. Beberapa pasti akan mengeluh tentang satu sama lain, dan keluhan tersebut biasanya berasal dari harapan yang tidak realistis.

  • Belajar memaafkan dan melupakan

Semua orang di muka bumi pasti pernah membuat kesalahan. Tetapi dengan belajar untuk memaafkan dan melupakan, belum tentu semua orang bisa melakukannya. Hal ini sangat Anda butuhkan jika memang berniat menghindari perceraian dalam rumah tangga.

Review Buku

Buku yang berjudul Hukum “Perkawinan Menurut: Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama”. ditulis oleh Pof. H. Hilman Hadikusumo (Bandung, Penerbit CV. Mandar Maju, 2007). Buku ini menjelaskan materi tentang perkawinan secara lengkap, yang bersdasarkan oleh perundangan, hukum adat, hingga hukum agama. Dalam materi buku perkawinan ini terdapat tata tertib yang sudah ada dimasyarakat dan tata tertib itu selalu berkembang dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan di dalam suatu negara. Maksud dari mereview buku ini adalah untuk menjelaskan isi yang ada didalam buku ini, agar mengetahui tentang hukum perkawinan yan berlaku di Indonesia.

Inspiratif setelah membaca buku ini saya ingin lebih mendalami tentang hukum perkawinan yang ada di Indonesia. Karena di Indonesia sendiri memiliki beberapa hukum tentang perkawinan, seperti hukum adat, agama, dan perundangan. Dengan pandangan hukum tersebut dapat menyimpulkan dalam hukum perkawinan dalam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun