Mohon tunggu...
Latif
Latif Mohon Tunggu... Mahasiswa - profesi sebagai pelajar mahasiswa

hobyy travelling

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pandangan Hukum Perundangan, Adat, Agama Tentang Perkawinan di Indonesia

11 Maret 2023   20:20 Diperbarui: 20 Maret 2023   20:15 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku yang ditulis oleh Pof. H. Hilman Hadikusumo yang berjudul Hukum “Perkawinan Menurut: Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama”, (Bandung, Penerbit CV. Mandar Maju, 2007). Buku ini menjelaskan materi tentang perkawinan secara lengkap, yang bersdasarkan oleh perundangan, hukum adat, hingga hukum agama. 

Dalam materi buku perkawinan ini terdapat tata tertib yang sudah ada dimasyarakat dan tata tertib itu selalu berkembang dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan di dalam suatu negara. Maksud dari mereview buku ini adalah untuk menjelaskan isi yang ada didalam buku ini, agar mengetahui tentang hukum perkawinan yan berlaku di Indonesia.

Dalam materi buku ini pertama mengenai pengertian perkawinan menurut perundangan, menurut hukum, menurut hukum agama. Menurut perundangan perkawinan dijelakan didalam pasal 1 UU no. 1-1974 bahwa perkawinan suatu ikatan antara pria dan wanita dengan membentuk rumah tangga yang kekal berdasarkan tuhan yang maha esa. 

Dalam hukum adat perkawinan suatu perkawinan yang mempunya akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku. Menurut hukum agama perkawinan sesuatu perintah tuhan yang maha esa, supaya kehidupan rumah tangga dengan baik menurut kepercayaan masing-masing.

Suatu perkawinan pasti memiliki tujuan dalam perkawinan yaitu tujam dalam perkawinan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan tuhan yang maha esa dan juga untuk mempertahankan garis keturunan dari bapak maupun ibu.

Sahnya perkawinan jika seseorang melaksankan perkawinan yang dilaksanakan menurut tata tertib aturan hukum yang berlaku menurut agama masing-masing. Tetapi didalam hukum adat walaupun perkawinan sah menurut agama kepercayaan belum tentu sah dalam hukum adat karena harus ada upacara adat yang harus dilaksanakan supaya diakui sebagai warga kekerabatan adat.

Asas monogami dan poligami dijelaskan dalam pasal 3 (1) UU No. 1-1974 bahwa asas dalam suatu perkawinan sesorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri dan sebaliknya. Dapat dipahami bahwa jika seorang suami akan beristri lebih dari seseorang, maka ia wajib lapor ke pengadilan negeri di daerahnya masing-masing. 

Poligami dalam hukum adat tergantung asal usul darimana wanita yang akan dinikahi, karena akan mempengaruhi garis keturunan. Tetapi sekarang hukum poligami adat itu jarang diberlakukan sejak zaman penjajahan jepang dan berlakunya UU no 1-1974. Sedangkan hukum agama dalam poligami yang mengatur hanya islam dan hindu, sedangkan Kristen tidak memperbolehkan poligami.

Persyaratan perkawinan memiliki persetujuan calon mempelai dan batas umur perkawinan. Pertama, persetujuan perkawinan sebelum melaksanakan pernikahan harus setujuan dari kedua calon mempelai dan tidak ada paksaan dari pihak manapun (pasal 6 UU no. 1-1974). Sebaliknya persetujuan hukum adat tergantung dari orang tua kedua belah pihak.

Kedua, batas umur perkawinan dalam undang-undang Untuk menikah, seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun (dua puluh satu tahun) harus mendapat izin dari kedua orang tuanya. Dengan demikian, pria atau wanita di atas 21 tahun tidak memerlukan izin orang tua untuk menikah. Izin orang tua diperlukan untuk perkawinan laki-laki pada umur 19 tahun dan perempuan di atas 16 tahun (Pas 7 UU No. 1-197). Dalam hukum adat umur perkawinan pernikahan tidak diatur tentang batas umur pada perkawinan. Hal ini hukum adat memperbolehkan perkawinan semua umur.

Pembatalan perkawinan dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) yang hanya berlaku bagi warga cina mengatur kebatalan perkawinan dalam Pasal 85-99a. Menurut pasal 85 KUH Perdata (BW), “perkawinan hanya dapat dibatalkan oleh hakim”. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun