Toleransi antar umat beragama adalah sikap saling menghormati, memahami, dan menerima perbedaan keyakinan, kepercayaan, serta praktik keagamaan antara individu atau kelompok yang menganut agama yang berbeda. Toleransi ini merupakan salah satu pilar penting untuk menciptakan kedamaian, harmoni, dan keberagaman yang sehat dalam masyarakat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:Â
Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
(Al-Mumtaanah [60]:8)
Kehadiran pengurus masjid dalam membantu pengamanan perayaan Natal mencerminkan toleransi dan solidaritas antarumat beragama. Ini adalah implementasi langsung dari nilai-nilai kebhinekaan Indonesia, di mana perbedaan keyakinan tidak menjadi penghalang untuk saling membantu dan menjaga keharmonisan.
Tindakan ini menunjukkan bahwa masyarakat bisa bersatu meskipun memiliki perbedaan agama. Dalam Islam, membantu sesama tanpa memandang agama adalah bentuk amal kebaikan. Tindakan ini sesuai dengan ajaran Islam tentang pentingnya menjaga kedamaian dan saling menghormati, seperti dalam Surah Al-Mumtahanah (60:8) yang mendorong umat Islam untuk berlaku baik dan adil terhadap yang berbeda agama.
Partisipasi pengurus Masjid Al-Ijtihad dalam mengamankan perayaan Natal di Gereja Pantekosta Airmadidi adalah tindakan yang patut diapresiasi sebagai wujud toleransi dan penghormatan antar umat beragama. Ini mencerminkan harmoni sosial yang kuat di Minahasa Utara dan menjadi contoh positif bagi masyarakat Indonesia secara luas.
Mengapa Orang Sering Menjustifikasi Agamanya Lebih Baik?
Setiap orang yang beragama cenderung meyakini bahwa agama yang dipilihnya adalah jalan yang paling benar. Keyakinan ini sering kali dibentuk sejak kecil melalui pendidikan keluarga, masyarakat, atau tradisi. Ketidaktahuan tentang keyakinan dan praktik agama lain sering kali membuat seseorang merasa bahwa ajaran agamanya adalah satu-satunya yang benar. Beberapa ajaran agama memang memiliki elemen eksklusivitas, yang menekankan bahwa kebenaran hanya dapat ditemukan dalam agama tersebut. Hal ini bisa memperkuat keyakinan bahwa agama lain tidak setara
Dampak Jika Orang Selalu Menganggap Agamanya Lebih Baik
Orang yang terlalu yakin bahwa agamanya lebih baik cenderung sulit menghormati atau menerima keberadaan agama lain. Hal ini dapat memicu diskriminasi dan bahkan konflik. Orang yang merasa agamanya superior mungkin sulit terlibat dalam dialog yang sehat dan saling menghormati, karena mereka lebih fokus membenarkan keyakinannya daripada memahami orang lain. Jika tidak dikelola, sikap ini dapat berkembang menjadi konflik agama atau bahkan kekerasan atas nama agama.
Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006. Peraturan ini dikeluarkan oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri untuk:
* Mengatur pendirian rumah ibadah.
* Mendorong peran aktif Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama.
Tindakan ini mencerminkan toleransi antar umat beragama yang positif dan dapat menjadi contoh bagi masyarakat luas. Namun, untuk memperkuat dampak positifnya, berikut beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan: Mengajak pihak lain untuk terlibat, edukasi tentang kerukunan beragama, dan meningkatkan kegiatan sosial lintas agama. Tindakan Pengurus Masjid Al-Ijtihad adalah langkah nyata dalam menciptakan harmoni lintas agama. Dengan komunikasi yang baik, dukungan dari berbagai pihak, dan pendidikan yang terus-menerus, inisiatif ini dapat menjadi model toleransi yang menginspirasi daerah lain di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H