Beberapa waktu yang lalu, saya resmi menjadi bagian dari organisasi di kampus saya. Untuk menjadi bagian dari organisasi tersebut, saya di wajibkan mengikuti beberapa agenda kegiatan. Hingga akhirnya ada satu kegiatan yang membuat saya semakin tertarik dengan hal-hal tentang perempuan.
Kami para anggota baru dipisah menjadi dua tim untuk berdebat. Tema debat saat itu adalah tema yang seringkali menjadi topik pembahasan bahkan hingga saat ini yaitu gender.
Sebetulnya, ini bukan pertama kali saya mendapatkan pembahasan tentang gender. Namun entah kenapa hal ini selalu menarik dan selalu saja ada hal yang perlu didiskusikan bahkan diperdebatkan.
Dan ada satu mosi yang kami perdebatkan dengan cukup sulit. Mosi itu berbunyi, "Ada pandangan bahwa perempuan tidak pantas menjadi pemimpin."
Karena dibagi dalam dua tim yaitu tim pro dan tim kontra, tentu saja argumen dari tim pro yang membuat kami dari tim kontra harus sedikit beradu pandangan.
Mereka mengiyakan mosi tersebut karena menganggap seringkali perempuan bekerja atas dasar perasaan. Perempuan seringkali mendahulukan perasaan daripada logika. Dan laki-laki yang hanya dapat menjadi pemimpin karena laki-laki lebih rasional daripada perempuan.
Saya tersenyum ketika argumen itu dikeluarkan.
Saya mengamini kalau perempuan memang perasa karena saya pun demikian. Namun, kurang tepat rasanya jika perempuan tidak bisa mendapatkan posisi profesi yang mereka inginkan hanya karena hal tersebut.
Bukannya laki-laki juga bisa menjadi pribadi yang perasa? Bahkan mungkin lebih dari seorang perempuan.
Di lingkungan sekitar kita memang banyak anggapan perempuan hanya bisa memiliki profesi sebagai 'pembantu' atau 'bawahan'. Pembantu atau bawahan di sini diartikan bahwa perempuan hanya bisa menjalani profesi yang berkaitan dengan membantu pekerjaan orang lain atau hanya sebagai bawahan.
Banyak pandangan bahwa perempuan tidak bisa memiliki jabatan tinggi atau profesi yang biasanya diduduki oleh kaum laki-laki karena dianggap tidak akan professional. Anggapan tidak professional ini muncul karena perempuan akan mendahulukan perasaannya ketika bekerja.
Menurut saya ini hal yang lucu. Bagaimana bisa ketidakprofesionalan dikaitkan dengan perasaan yang dimiliki dan dirasakan. Padahal perempuan juga bisa bekerja secara professional. Toh, keprofessionalan seseorang bisa dilihat dari track record yang ada.
Perempuan bisa menduduki segala profesi yang ada. Perempuan bisa menjadi direktur, menjadi sekretaris, menjadi wirausaha, menjadi arsitek, dan profesi yang lainnya.
Di zaman yang selalu menggaungkan kesetaraan gender saat ini, profesi perempuan bukan lagi hal yang harus diperdebatkan. Perempuan berhak mendapatkan apa yang ia cita-citakan. Karena saya yakin, perempuan saat ini memiliki pandangan yang luas akan masa depannya.
Apapun bentuk pekerjaannya, perempuan akan selalu dibutuhkan. Karena seperti kutipan Najwa Shihab bahwa, "Tak akan ada pemberdayaan lebih kekal berkelanjutan, tanpa melibatkan perempuan."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H