Memaknai taqdir dengan cara-cara tersebut diatas adalah sana-sama ekstern. Artinya kita perlu memahami dan mengkaji kembali tentang taqdir agar akidah kita tidak menjadi paham nihilisme ( tidak berbuat apa-apa, pasif ).
Jika kita ingin hidup bahagia maka jangan memikirkan apa-apa yang tidak kita miliki. Tetapi kita lebih mensyukuri apa yang kita miliki. Kebahagiaan tidak ada hubungannya dengan materi. Ini ketika kita membangun kebahagiaan internal, kita perlu unsur keyakinan akan qodho' dan qodar sehingga ketika kita mengalami kegagalan, kita tidak menyalahkan Tuhan.
Orang yang percaya dengan qodho' dan qodar tidak akan pernah putus asa dalam hidup ini. Orang percaya kepada Tuhan ketika gagal ia pasti akan bangkit lagi. Berdoalah kepada Allah namun jangan memaksa dikabulkan dan menentukan harus hari ini, besok dan seterusnya.
Allah Swt adalah Tuhan kita. Jangan menyalahkan situasi dan kondisi, jangan memelihara pesimisme dalam jiwa kita, Jangan menyalahkan taqdir Tuhan.
Kemudian yang keempat, yang menyebabkan kita sulit untuk berbuat, sulit untuk merubah masa depan adalah pengalaman-pengalaman pahit masa lalu. Kegagalan-kegagalan yang pernah Kita alami membuat kita tercekam dan tidak berani berbuat apapun.
Jangan menyimpan dendam dan kebencian dalam hatimu karena itu beban. Orang yang dendam akan menjadikan dirinya makan tidak enak, tidur tidak nyenyak, bahkan berbicara pun jadi sakah semua.
Kita harus paham bedanya sekolah dengan kehidupan. Kalau sekolah kita diberi pelajaran dulu, baru kemudian kita diberi ujian. Sedangkan dalam kehidupan, kita diberi ujian dulu baru kemudian kita diberi pelajaran-pelajaran.
Wallahu a'lamÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H