Kekejaman tlah merenggut masa kecilku
Pengkhianatan tlah merobek masa mudaku
Ketamakan tlah menghancurkan hari tuaku
Â
Aku adalah bukti peradaban
Setiap daun yang berguguran, akan menjadi saksi kegelisahan
Setiap ranting yang patah, akan menjadi saksi keputusasaan
Setiap pohon yang tumbang, akan menjadi saksi kehancuran
Â
Inginku menangis saat kau cabut kerindanganku
Inginku berteriak saat kau rampas kedamaianku
Inginku berlari saat kau jajah kesejukanku
Tapi sekali lagi,
aku hanyalah bukti peradaban
Â
Meski aku hancur jadi debu di kakimu, aku tetap memujimu
Meski aku layu dan mati di tanganmu, aku tetap untukmu
Meski kau bunuh akarku, aku akan tumbuh seribu demimu
Meski kau cabut batang kokohku, aku akan kuat menopangmu
Meski kau biarkan aku patah dengan kapakmu, tapi kubiarkan kau makan dari tubuhku
Meski kau biarkan aku kering dengan apimu, tapi kubiarkan kau minum dari akarku
Meski tlah kau patahkan sayap asaku, tapi aku adalah bukti sejarah
Meski tlah kau potong kendali anganku, tapi aku adalah bukti peradaban
Â
Â
Kini
Aku berdiri dengan sisa-sisa tenagaku
Mencoba menahan angin yang merayuku
Menyaksikan keangkuhan yang menontonku
Â
Nanti
Kau akan tau arti kehadiranku
Kau akan rasa arti kehilanganku
Kau akan sesali perbuatanmu
Â
Saat anak cucumu tak lagi melihatmu,
mereka ingin melihat anak cucuku
Saat anak cucumu kehilanganmu,
mereka akan merindukan anak cucuku
Â
Tapi saat itu,
kau tlah gantikan aku dengan keindahan semu
aspal tlah memenuhi tempat berlariku
rumah tlah bertengger di tempat bermain anakku
gedung tlah mencakar halaman rindangku
sumur tlah mencabik isi perutku
tiang tlah mengalahkan ketinggianku
Â
Saat itu,
aku tak lagi di sini untukmu
Â
Aku adalah bukti peradaban
Mundur dalam kemajuan
Mati dalam kehidupan
Sirna dari kefanaan
Â
Â
Las Tri
Linggau, 30 Oktober 2015Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H