Dalam memasuki bulan puasa 2024, kementrian Agama Republik Indonesia ( kemenag RI) merilis surat edaran yang mengatur pelaksanaan ibadah di bulan Ramadan 1445 Hijriah/2024 Masehi. Kemenag mengedarkan aturan penggunaan pengeras suara( speaker) di masjid ketika melakukan penyelenggaraan Tarawih. Imbauan tersebut langsung menjadi polemik , khususnya di kalangan umat islam.
Indonesia merupakan  Negara dengan mayoritas jumlah penduduk Islam terbesar di dunia. Kementrian dalam Negri telah merilis data per 31 desember 2021, jumlah penduduk di Indonesia mencapai 273,32 juta jiwa, sedangkan jumlah penduduk muslim di Indonesia sebanyak 237,53 juta jiwa.
Pada setiap bangunan masjid dan musolah tidah lepas dari penggunaan pengeras suara atau yang sering disebut adalah Toa. Fungsi dari alat pengeras suara di masjid sendiri umumnya di gunakan untuk berbagai macam kebutuhan contohnya, untuk mengumandangkan Adzan, sholawat, pengajian, dan membaca ayat ayat suci Al-Quran atau biasa disebut dengan Tadarus, dan masih banyak lagi .
Degan adanya pengeras suara ini sangat membantu para umat muslim untuk melakukan aktivitas, ataupun untuk menyampaikan informasi yang penting, seperti memberitahukan warga yang telah meninggal dunia, pnetapan puasa awal Ramadhan, acara tahlil dan pengajian, bahkan informasi barang kehilangan atau pencurian.
Masjid memiliki dua bagian pengeras suara, yaitu pegeras suara bagian dalam dan bagian luar. Meskipun pengeras suara tersebut dibagi menjadi dua, tetap sumber suaranya tetap satu. Pengeras suara yang di letakkan di dalam musolah dibuat  hanya fokus untuk di arahkan ke dalam ruangan masjid atau musolah sehingga umat yang di dalam dapat mendengar lebih jelas. Sedangkan pengeras yang berada di luar di fokuskan untuk bagia luar yang berfungsi untuk mengundang warga ke musolah dan juga untuk memprdengarkan azan kepada masyarakat.
 Baru-baru ini polemik mengenai aturan pengunaan pengeras suara yang dikeluarkan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau biasa dikenal dengan Gus Yaqut ramai diperdebatkan dan diperbincangkan di tengah kehidupan masyarakat, khususnya aturan tentang penggunaan pengeras suara bagian luar masjid.
Aturan Mentri Agama terkait pengeras suara masjid yang tercantum pada SE Menag 05 Tahun 2022 menimbulkan polemik dan memununculkan pro dan kontra di masyarakat salah satunya mengenai aturan volume pada saat mengumandangkan adzan menggunakan pengeras suara tidak boleh melebihi 100 dB.
Ada kalangan yang setuju menyambut baik mengenai aturan pengeras suara tersebut demi terciptanya toleransi antar umat beragama di Indonesia. Mengingat kita hidup dalam masyarakat yang beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya, sehingga diperlukan upaya untuk merawat persaudaraan, kerukunan dan harmoni sosial.
Namun ada juga  kalangan yan  menganggap Menteri Agama ingin membatasi kebebasan beribadah umat muslim yang ada di Indonesia, terlebih lagi aturan ini dibuat mendekati bulan suci ramadhan menurut masyarakat.
Himbauan tersebut berkaitan dengan pengeras suara pada saat melakukan tarawih ramadhan, agar setiap masjit yang menyelenggarakan tarawih tersebut menggunakan alat pengeras yang sederhana. Hal ini tentunya untuk mewujudkan kenyamanan masyarakat sekitar. Mengingat latar belakang masyarakat yang berbeda, sehingga pengurangan suara speaker sangat penting untuk saling menghargai.
Bagi umat muslim, bulan Ramadhan adalah momentum untuk mengikat kualitas spiritual dan memperhuat tali persaudaraan. Hal ini yang membuat sebagian orang menolak adanya himbauan tentang pengurangan pengeras suara.