Saat SMA dulu, saat malam 1 suro saya sering melihat Kakek (yang saat itu masih menganut Islam kejawen) melakukan ritual jamasan.
Jamasan adalah pembersihan benda-benda pusaka yang mempunyai daya "magis".Â
Ritual jamasan ini diawali oleh pencucian keris-keris dengan air dan bunga tujuh rupa.
Kemudian di lap pakai handuk bersih lalu di beri minyak wangi khas (biasanya dulu pakai minyak cap putri duyung).
Terakhir di tutup dengan bakaran menyan, yang membuat suasana rumah menjadi "berbeda" sukses membuat bulu kuduk berdiri.Â
Setelah Kakek meninggal, tradisi itu sudah tidak lagi dilakukan oleh anak cucu keturunannya. Dan semua benda-benda (seperti keris dan beberapa batu) di buang ke sungai dekat rumah.
Berbeda dengan cerita ibu. Ibu saya asli orang Jawa Tengah.
Kata ibu, waktu kecil saat malam 1 suro bersama dengan teman-temannya dan penduduk desa berduyun-duyun datang ke pematang sawah (yang saat itu masih luas).
Ada yang mereka tunggu, kalau memang "rejekinya" mereka bisa melihat di tengah-tengah sawah iringan obor.
Paling depan ada sapi albino besar dan di ikuti oleh obor-obor yang tidak terlihat siapa yang membawanya. Mereka bergerak menuju selatan.